Oleh: @ncii.chan

 

 

Aku pandangi punggung tangan ini,
jari-jemarinya mulai mengerdil,
garis-garisnya memetakan bekas-bekas kisah,
bekas-basah pipi yang juga sudah tak berisi
lagi, kupandangi dua bola hitam pudar yang dulu legam,
legam, selegam ikal di rambutmu itu

masih, engkau genggam rangka betis
yang menyisihkan secarik kulit mengeriput,
ngilu,
pergelanganmu sudah terlalu kurus untuk tidak memekik,
berontak saat terserempet kursi jati itu,

ya dinda, kau tahu,
usia sudah berulang kali meneriaki kita,
mungkin ia cemburu, mungkin juga malu,
kita pun sadar,
kursi kayu, rumah kayu, jendela kayu ini pun
bukan lagi milik kita,

jemari kerdil, dua bola yang pudar hitamnya,
ikal yang memutih, kulit yang keriput,
dan pergelangan yang ngilu itu,
juga bukan milik kita,

tapi, kau paling tahu,
cantiknya cintaku tak pernah berubah,
tidak memutih, memudar, atau mengerdil
sejak awal aku telah jatuh ke dalam hati di tubuh kurus itu
sejak awal, dinda!

dinda, kitapun sadar, senja akan bosan menemani kita
dan rumah kayu ini bukan lagi tempat kita,
saat terakhir kau datang bersama cinta yang sama,
akupun hanya ingin terlelap,
dan hanya terlelap dalam hangat syahdunya kenangan kita.

 

Yogyakarta, akhir 2014.