aldiantara.kata

Meski demikian, tidak terhitung di mana waktu terbuang hanya untuk tertegun tidak kuat meladeni kata-kata pada sebuah buku. Pernahkah? Ketika asik membaca, engkau berhenti pada suatu titik kalimat. Lebih dalam dari sekedar berdialog.

Seorang yang hanya mengandalkan quote atau kalimat kunci pada sebuah buku, tidak akan memahami bagaimana konteksnya. Ada perjalanan yang harus ditempuh, sebelum menuju debur ombak laut, atau matahari senja di Pantai Selatan. Jalanan lurus, belokan tajam, hingga rusak jalan yang mengganggu.

Sesaat berdiam. Membaca sekali lagi. Pikiran bersama alam imaji berkedut seperti mengeluarkan hormon dopamin. Melegakan. Apakah ketika senyum-senyum sendiri kala membaca, kemudian tertahan, aku berpegang kepada titik. Pikiran seperti meledak! Rasanya, apakah jika pada fase itu seseorang merekamnya, akan termasuk menjadi video porno? Apa istilah yang tepat untuk menjelaskan orgasme saat membaca? Setelah menemukan kata-kata yang ajaib, kalimat yang mengena, kalimat yang sungguh indah. Rasanya yang diperlukan hanya keintiman antara pembaca dan kata-kata. Buku-buku preman bertatoo-kan stabilo warna. Menjadikannya garang? Pembaca lain mungkin takkan mengerti, mengingat gurat warna yang bersetubuh dengan kata-kata begitu subjektif.

Kadang seperti tak sabar hendak menceritakan pengalaman intim tersebut kepada orang-orang. Apa ‘orgasme’ semacam itu bisa diperoleh dengan perilaku exhibis saat membacanya ketika berada di transportasi umum, atau kedai-kedai yang penuh asap tembakau? Penulis sastra yang kubaca mungkin tak menyangka bila aku menjadi salah satu pembacanya di masa mendatang, 100 tahun di mana ia menuliskannya. Bahkan mungkin orang-orang pada masanya tak begitu tertarik pada karyanya.

Ah masa iya fase kedut ini menjadi sebab mengapa seseorang kerap tak selesaikan sebuah buku. Egosi sekali, ya? Padahal seisi buku belum ceritakan semuanya. Sudah lemas.
Jadi, pernahkah? Lalu, istilahnya?