aldiantara.kata
Ada yang berpendar pada pikiranku,
Kupikir engkau lebih membutuhkan puisi, ketimbang mendengarkan kata maaf, engkau lebih membutuhkan kata-kata, ketimbang ucap rinduku, bukan merupa rindu seusia mekar teratai.
Bagaimana jika dimulai dengan sebuah salam, serta kecup punggung tangan yang sudah lama tak saling menggenggam? Sebagai pembuka, untuk mengetuk pintu hatimu.
Bagaimana dengan sebuah doa, kata semoga yang kita simpan pada perahu layar.
Ada sebuah temaram yang menyisakan kepada kita, dingin, pada penghujung waktu, pada sebuah pagi.
Ada sebuah pagi, di atas ranjang. Pejam mata di mana kita sama menuju kepada sukma, yang mungkin abadi.
Aku melihat pejammu malam itu. Di balik suara lagu, engkau berada pada pelukku.
Aku menitip beberapa ingatan pada sebuah brankas rasa. Di mana ia tergubah menjadi kata-kata. Ia berupa cerita-cerita, di mana kita akan saling terhubung manakala kita saling bercerita perihal kesedihan, serta perasaan hilang arah tak menentu. Kita saling mencari dan membayangkan. Apa kita tidak bisa berdua malam ini?
Seolah dengan melihat wajahmu, aku tenggelam dalam taman yang sepi. Menyisakan lampu taman dan anjing yang menunggu kepulangan tuannya.
Sebentar lagi kita akan memasuki musim penghujan. Rintiknya akan menjelma menjadi bait. Sementara kasih sayang, tetap menuju kepadamu.
Tinggalkan Balasan