Oleh: Sibro Malisi

 

 

Syair tidak melulu diiringi gitar ataupun biola. Paduan tatah dan martil menjadi senandung pengiring syair pak Napi, bukan Narapidana. Ia seorang tukang kayu sekolah yang menunjukkan kepadaku kasih yang tulus.

Jam tunjukkan pukul makan siang sembari bercengkrama dengan sepoi angin Tirtoadi. Tapi memahat sisa kayu untuk mainan anaknya ialah istirahat bagi pak Napi, di sela pekerjaannya. Sampai pada pukul menunjukkan bekerja kembali, pak Napi sisihkan waktu untuk menghadap Hyang  Widhi, sembari bayangkan peluk anaknya.

Bentuk ikhlas ialah tidur, selebihnya ialah kata ucap ikhlas. Begitulah gambaran wajah pak Napi kala mengkreasi mainan truk untuk anaknya, tulus yang senyata-nyatanya tulus. Sampai anaknya beranjak remaja bahkan dewasa, pun tidak akan pernah tau apa yang dulu dilakukan bapak terhadap nafsinya. Lantaran bukankah seorang bapak lebih masygul membahas apa yang kamu butuhkan, Nak?

Senyum orang tua merupa sebentuk komposisi berisi rasa tangis dan takut, berdoa kebutuhan anaknya tercukupi. Doa terpanjat dawam dilimpah selalu untuk anaknya dan mewujudkannya ialah cita-cita mutlak yang harus dilakukan seorang bapak.

Penasaranku terhadap pak Napi, membuahkan lamunan. Memaksa mengingat apa yang dilakukan bapakku dahulu. Memindahkanku yang lelap dari ruang tamu ke kamar, agar tak kedinginan. Menjadi tukang pijit ketika anaknya capek, menjadi dokter ketika anaknya sakit, menjadi pramusaji ketika anaknya merasa lapar, menjadi pembantu rumahtangga setiap saat agar anaknya merasa nyaman, dan menjadi serdadu pelindung bagi anaknya.

Tidak jarang ketika anaknya beranjak dewasa dan merasa lebih pintar untuk meneliti kesalahan orang tuanya, sedikit membentak sesekali terlontar, protes ketidakpuasan gengsi, atau lebih banyak bertanya kabar kepada pasangan dibanding kabar orang tuanya, sedikit waktu untuk keluarga dibanding dengan pasangannya. Sementara panjatan doa orang tua kepada anaknya masih sama: “Tuhan berkatilah anakku.”

Seperti burung yang menyuapkan makan setiap hari kepada anaknya, mengajari untuk terbang melihat alam tempat tinggalnya. Setelah besar menghilang dan kembali tak mengenalnya.