aldiantara.kata

 

“Kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah.” (Al-Qur’an [22]: 5)

Ladang jiwa-jiwa manusia sudah kadung gersang. Tidaklah mudah tumbuhkan bebunga beraneka warna, lantaran manusia hendaki homogenitas, satu jenisnya, sukunya, agamanya.

Bunga yang tumbuh dengan tanggung, warnanya pudar, pucat nan tak pekat, dikelilingi rerumput liar yang mudah terbakar. Tersulut benci jiwaku ini. Manakala tak mudah menanam benih cinta dan menuainya. Sangat mudah daku menjadi pendendam, merasa iri, berkasih dan sayang bayang birahi.

Pesan Tuhan harus mengetuk pintu kalbu manusianya, datang sebagai kasih sayang ibu. Mesra menyapa, tak menakuti.

Aku yang kini dititipi setitik cinta Ilahiku. Maka aku harus menanam. Agar manusia saling mengasihi. Sebab kemalangan dan arogan kuasa sedikit lebih pongah, sementara duka kesedihan menjadi permadani, kesepian menjadi udara.

Surga?

Aku hendak bertanya, dimana letak keindahan surga. Kata sebuah tafsir, tempat peristirahatan kaum beriman adalah lebih baik lantaran dihiasi dengan berbagai bentuk kebaikan, kemegahan, kemewahan dan segala keindahan yang tidak dimiliki oleh rumah mewah dunia, juga karena di sana terdapat kesenangan yang tak ternoda oleh suatu kotoran pun, berbeda dengan peristirahatan di dunia.

Apakah akan tetap terasa indah tanpa rindu setelah cemburu yang membatu?