aldiantara.kata
Padahal, musim hujan belum tiba.
Kini bala doa, panjatan puja-puji, tak ada bedanya,
dengan menjilat.
Tuhan dan kekuasaan.
Saat Tuhan bingung,
Gemleleng lihat manusia yang hilang kemanusiaannya.
Saat manusia kelimpungan,
Siapkan sesaji, penentu nasib, memasang pin di dada
menjadi mandor atas kaum papa.
Rupanya sang mandor terlalu optimis,
meminta kaum papa mengais rongsong sejak pagi,
sementara mereka mengorok, terbangun oleh ajudan,
ingatkan tanda tangan.
Padahal musim hujan belum tiba,
di Tugu Adipura, anak-anak (pelajar?) meminta kondektur
bunyikan klakson. (sambil mengangkat kamera)
Padahal musim hujan belum tiba,
yang duluan turun adalah baliho-baliho politik.
yang meminta disirami agar dulang sura-suara cuan,
pada ujung bambunya.
Mendung,
adalah ruang diskusi yang bisu.
Makalah-makalah di meja kuliah yang dibantu robot,
yang lebih pandai dari penciptanya sendiri.
Daripada berdebat perihal konstruksi sosial Berger,
adakah sepisin pancake, dan segelas teh.
Lindungi dari cuaca panas,
dan kemaraunya Bumi dari sikap-sikap bajik.
Barangkali kita perlu mengeja kembali kata-kata,
pada sebuah buku, pada sebuah rak baris kedua.
Dibaca di atas karpet yang tergulung,
tiada suara lain, selain suara bibirmu,
sedikit terbata-bata, disinari matahari sebelum ia pamit.
Pada sebuah tempat makan, di samping lampu merah,
engkau heran dengan seorang perempuan yang mengajarkan kepada kedua anaknya sebuah tarian menyambut musim hujan,
tanpa sebuah panduan, tanpa sebuah aba-aba.
Tinggalkan Balasan