aldiantara.kata

 

Membeli roti. Jangan yang mahal-mahal. Cukup rasa tawar. Sebab di rumah sudah ada susu kental yang akan jadi kawannya. Perhatikan tanggal kapan ia kadaluwarsa. Supaya dapat dimakan saat lapar, benar-benar kepepet dan berusia panjang. Biar saat malam tak usah pesan makanan lagi lewat aplikasi yang (kamvret) sama saja mahalnya. (atau aku yang miskin?)

Tidak apa-apa saat kau gigit, remah-remahnya turun seperti salju lokal yang memberi undangan semut. Seperti perjamuan semesta. Untung saja kapur bagus masih sisa dua. Sebab larutan cuka sudah tak mempan pada semut dan mengganggu saat lakukan masturbasi, menyengat sekali baunya. (apa aku sudah berubah menjadi semut yang serakah?)

Syukur bila sebelum membeli bisa meremasnya terlebih dahulu, akan lebih enak jika ia baru datang. Empuk. Tapi jangan terlihat pemilik toko, kebiasaan memukul-mukul roti yang empuk itu. Plak plak plak. Ditampar-tampar. Hentikan. Pikiran berkelana. Suka dengan roti yang berisi dan tak terlihat kurus. Semoga roti tak merasa insecure dan ini bukan sebentuk body shaming.

Kalau roti bisa ngomong, dia jujur tak akan bohong.” Siapa kira roti akan suka dengan seniku dalam memilihnya. Memukul-mukulnya dengan asik buktikan masih empuk atau tidaknya. Ada bilang, “kalau lelaki sudah main tangan, jangan ditolerir, tinggalkan!” Seni bercinta apa sudah membosankan. Cumbuan bibir dengan bibir. Ada pula saling menggesek-gesekkan telinga-telinganya. Mata dengan matanya. Leher dengan lehernya. Antar kuku, antar tangan. Betis kaki. Apa saja.

Segera beli dan bawa pulang. Roti persediaan sudah habis. Seni bercinta bagaimana pun, kalau tak bergesekan dengan takdirnya, mau bagaimana lagi, semua akan jadi bahan…selai roti. Belum pernah makan?