Tag: rindu

Rindu yang Menggebu

Oleh: Nurhidayah

 

Kanvas…
Punggungnya kulumuri tinta
Dikala rindu datang menggebu
Kau kujadikan pelampiasan tak terbatas

Rindu yang menjalar diotakku
Terhampar dalam dinding yang membeku
Merebak kesegenap denyut nadi
Membuatku seakan mati berdiri

Kau memang terlalu indah untuk kulupa
Tapi aku harus bagaimana?
Merindu sendirian aku tak tahan
Semesta pun tak kunjung mempertemukan

Bertanggung jawablah wahai tuan atas rasa yang kau sita
Rawatlah cinta kita hingga berbunga
Jagalah agar tak layu ditelan waktu
Bunuh saja hama-hama yang mengganggu tak usah ragu

Love Distance Relationship

Tanda pijak langkah kita kini dipijaki berjibun aparat. Terakhir kau menemani ke rumah sakit hingga langit tiba gelita. Tapak silam dihapus hujan, diinjak polisi dan tentara. Beberapa bulan silam kita bebas meminum udara di mana pun. Sekarang engkau bagai Layla Majnun terkekang kamar. Seperti Juliet terbui dalam gelimang hening. Pabila kubicara rindu, pada malam mana kau simpan dan taruh? Aku hendak beranjangsana serta menitip bingkis sama berat dan isi. Pada kunang-kunang mana kau hidupkan cahayanya. Pada ayat mana kau tafsirkan: cinta dan rindu. Di tampuk mana kau khayalkan kita saling mengadu. Kau yang berbicara dalam bahasa tangis. Hingga sempat terlupa jalan kebahagiaan mana yang hendak kau teruskan. Di sela nafas tersisip cemas masa depan. Selagi harap tak kunjung berdamai dengan rasa bimbang.

Dunia kini terjaga oleh negara-negara pahlawan. Namun mereka tak bisa mengekang gerak hati manusia. Negeri kita perlu sosok sealim Nabi Yusuf yang cakap tafsir mimpi dan pengelolaan pangan istimewa. Karena negeri ini banyak orang-orang lapar: tak satu pemimpin pun kelaparan. Namun tak satu pun yang bisa menjamin dahar rakjatnya. Tak satu cenayang pun bisa meramalkan ini sebelumnya. Jeruk-jeruk manis kini beredar di Jakarta. Jeruk-jeruk lain berada di kresek derma sosial. yusuf-yusuf di kampungku bermasalah. Di kampung utara terjerat korupsi, selatan tindakan asusila, barat kriminal dan timur di kampungku keras kepala karena takut kehilangan jamaah masjid hingga berbuat aniaya.

Andai corona ini melenyapkan umat manusia, bukankah Tuhan sayang kepada Bu Mirna. Seorang Ibu lima anak yang ditinggal kabur suami buruh pabrik. Berbahagialah Jackandjhon, petugas keamanan perumahan yang amanah. Walakin, bagaimana mampu beta berjumpa Tuhan dengan kerinduan yang masih utuh, kepadamu. Bekas jejak langkah kita bisa kita bentuk. Tugas akhirmu akan segera selesai. Bioskop kota akan segera dibuka. Ah kekasih. Apakah kau masih kukuh mencintaiku kendatipun kupercaya corona ini adalah ko&*&^%n##%@$p)(irasi?

Puisi Hujan #4

Kepada hujan yang kelak datang menjelang fajar.
Sirnakan lapar pada orang yang susah bahkan dalam mencari tempat berteduh
Sirnakan ketakutan pada orang yang bahkan mencari keamanan dalam hidup
Ubahlah rindu menjadi kesyahduan yang tersampaikan pada kekasihnya

Puisi Hujan #1

Hujan rintik bak doa.
Tuhan-kah pengabul doa penindas?
Mengabul kaya orang yang kaya?
Rintik hujan malam ini sebanyak rupiah yang tertahan untuk korban PHK.
Tuhan, Engkau jawab dengan air.
Air Kau tumbuhkan pohonan.
Namun, Si rakus menebang dan membakarnya!

Orang-orang proyek menghabiskan anggarannya di Malioboro
Kereta eksekutif melaju menembus hujan.
Uang itu subsidi kaum papa.
Sanak famili menerimanya sebagai kasih sayang Tuhan.
Oleh-oleh sebentuk kedermawanan
Pegawai Honorer tidak mampu membeli susu. Istrinya sedang hamil.
Tuhan, Engkau jawab dengan air.

Adakah Engkau dalam setiap rintiknya?
Kaum papa yang sudah kenyang dengan lafadz ‘kelak’ dan ‘nanti’ balasannya.
Sabar adalah lauk pauk sehari-hari.
Buah-buah t’lah punah bagi kaum papa kecuali tiga.
Mangga di tempat sampah.
Pisang yang sudah terlalu masak.
Kurma pada bulan Ramadhan.

Tuhan, Engkau jawab dengan air.
Hujan membuatku lapar.
Yang kenyang sedang berada di kereta malam itu.*

Jumat, 1 November 2019

Rindu

Aku bahkan percaya bahwa di antara seni mencintai kekasih adalah medium pertengkaran. Mencintai dan menjalani hidup tanpa pertengkaran bersama kekasih adalah kemapanan ekonomi. Rasa lapar dapat sirna dengan mengabulkan semua keinginan.

Aku ingat kala kau marah. Sendu menahan tangis. Kita yang sesungguhnya sibuk memikirkan takdir kita sendiri. Namun aku salut bahwa kita mampu menjalani hidup dengan berani.

Kau yang sering marah tanpa menyapa. Aku pun demikian. Hingga rindu bersamaan menuntun kedua tangan kita pada suatu pertemuan yang canggung. Marahku tetiba duduk pada angka 0 melihat senyum. Senyummu mengembang tanpa rencana. Tatapanmu datang tanpa bimbingan wahyu. Sayangmu bahkan tiba tanpa takdir dan ramalan. Cintaku tumbuh sungguh tanpa pupuk dan siraman air. Rasa sayang padamu hadir tanpa restu diri.

Kau sesungguhnya mudah marah. Benci untuk menunjukkan rasa sayang berperantara kata. Tidak jarang kita bertengkar. Kau katakan bumi, aku katakan langit. Semakin dalam tatapan hingga tak sadar berada dalam dasar atmamu, aku justru semakin sadar kita begitu berbeda. Sempat terjebak kala memandang bola matamu berwarna cokelat. Aku terperdaya bahwa jalan takdir kita akan sejalan.

Bahkan bila garis hidup kita tak sejalan. Dalam relung aku bersyukur bahwa di antara hebat tengkar kita, terlalu akbar rindu yang memegang amarah. Umpatan kasar yang hanya melahirkan air mata sesal. Serta perpisahan yang menguatkan rindu.