Seorang manusia yang cintanya tertahan pada bait sebuah lagu. Membawa pikirannya berkelana kepada fragmen kehidupan lampau yang bercabang. Di kawasan perkebunan teh Sumadra Jawa Barat, malam milkyway, dan suhu yang berada dalam belasan derajat celcius. Meski raga tak berada di sisiku, potret wajahmu yang memenuhi layar handphone, menemaniku kala berbicara dengan angin yang masih membuatku menggigil hingga kini. Seseorang dalam tendaku memutar lagu Resah-Payung Teduh, cukup jauh sebelum menjadi populer. “Aku ingin berdua denganmu. Di antara daun gugur.” Sembilan tahun yang lalu.
Di perkotaan, langit malam. Lagu Resah diputar, mendadak suasana kota menjadi klasik. Bait-bait lagu menuntunku kepada fragmen dan wajah yang sama. Rasa rindu yang sama. Meski di kala bertemu, seribu rahasiamu tersimpan pada tatapan mata yang kosong. Kau menyimpan rahasia. Hingga kini akhirnya aku telah mengetahui bahwa rahasia itu adalah lelaki lain. Sementara aku berkesimpulan bahwa kehidupan mengizinkanmu untuk mencintaiku dengan tak sempurna. Aku tak lekas marah. Bait-bait lagu tidak berubah. Suasana sekitar akan tetap terasa klasik. Penafsirannya akan tetap mengarah kepadamu.
lagu Resah diputar. Yang kulihat kini adalah sepasang kekasih yang menjadi siluet malam di tempat makan kaki lima. Di seberang jalan, seorang anak kecil yang memanggul sampah tiga kali lipat dari besar tubuhnya. Duduk dua meter di depan lampu merah. Tertunduk. Pesepeda menerobos lampu merah meski jalanan sedikit ramai. Seorang perempuan berambut pirang pengendara motor berhenti di depan anak tersebut dan memberikan hatinya. Sementara di utara jalan seorang lelaki bertatoo dengan tulus menawarkan bantuan pada lelaki yang mendorong sepeda motornya yang bocor bannya.
Menyukai ini:
Suka Memuat...