Oleh: Wallace Stevens
Judul Asli: “The Plain Sense of Things”
Diterjemahkan oleh Ratu El Sarah
Tanpa Rima
Setelah daun-daun berjatuhan, kita berpulang
Pada sebuah rasa yang hambar. Seakan
Kita telah tiba pada akhir dari khayalan,
Mati dalam ketiadaan.
Sulit bahkan untuk sekedar memilih kata
Untuk menjelaskan kehampaan yang dingin ini, kesedihan tanpa sebab ini.
Bangunan yang megah itu kini menjadi rumah kecil.
Tanpa orang-orang bertuban yang berjalan di atas lantai landai.
Tak pernah rumah kaca itu butuh untuk dicat.
Tungku perapiannya sudah 50 tahun kini condong ke satu sisi
Usaha yang hebat telah gagal, sebuah pengulangan.
Pengulangan akan manusia dan lalat.
Tetapi hilangnya khayalan sudah juga sebelumnya
Terkhayalkan. Kolam yang luas,
Kehampaan yang ia pancarkan, tanpa bayangan, tanpa dedaunan, tanpa lumpur, tanpa air yang seperti cermin kotor, meneriakkan keheningan.
Sebanding, dengan kesunyian seekor tikus yang keluar untuk melihat,
Kolam luas itu dengan bunga-bunga lili yang sia sia, semuanya
Harus dikhayalkan sebagai pengetahuan yang tak terelakkan,
Mesti terjadi, sebagaimana mestinya terjadi.
***
After the leaves have fallen, we return
To a plain sense of things. It is as if
We had come to an end of the imagination,
Inanimate in an inert savoir.
It is difficult even to choose the adjective
For this blank cold, this sadness without cause.
The great structure has become a minor house.
No turban walks across the lessened floors.
The greenhouse never so badly needed paint.
The chimney is fifty years old and slants to one side.
A fantastic effort has failed, a repetition
In a repetitiousness of men and flies.
Yet the absence of the imagination had
Itself to be imagined. The great pond,
The plain sense of it, without reflections, leaves,
Mud, water like dirty glass, expressing silence
Of a sort, silence of a rat come out to see,
The great pond and its waste of the lilies, all this
Had to be imagined as an inevitable knowledge,
Required, as a necessity requires.