Oleh: Pitu Syagaf

Penyintas Korupsi (koruptor)

Penak yo kae koruptor alias penyintas korupsi iso korupsi duit e rakyat akeh bianget. Iso nggo tuku omah, lemah, perhiasan, ternak, laptop, tetikus, bolpen, dosgreb, nganti BTS meals sak toko-tokone. Pokmen hura-hura tekan anak putune.

Padahal yo lagi pandemi. Rakyat do kebingungan golek duit; sekedar nggo nongkrong neng warkop po angkringan le biasane seminggu nutuk, sak iki mung iso sekali-duakali dalam seminggu. Biasane iso tuku kuota 70GB saiki ming iso 15GB kui we diirit-irit.

Kadang muncul berbagai pertanyaan yang timbul dari alam bawah tanah, eh bawah sadar. Sebenarnya dari mana sih akar kebiasaan korupsi ini muncul. Jadi sedih tau. Karena banyak hak-hak orang lain yang harusnya diterima, tetapi malah temangsang neng sakune wong-wong raceto kae.

  1. Apakah hal ini (praktik korupsi) sudah menjadi kebiasaan rakyat (pejabat kan sebelumnya juga rakyat jelata), sejak masa kanak-kanak?
  2. Apakah memang korupsi menjadi iming-iming ‘paling lezat’ ketika seseorang duduk di kursi kepemimpinan?
  3. Atau memang mimpi menjadi kaya raya hanya bisa tercapai melalui cara tersebut?

Banyak kabar joni (baca= burung) yang beredar di negara Wakandut (walau kalut selesaikan dengan dangdut) asolole josss! Korupsi menjadi praktik yang lazim dilakukkan oleh para pemegang jabat, hampir di semua lini.

Dampak Tidak Langsung

Tetapi yang lebih miris adalah dampak secara tidak langsung yang diakibatkan dari perilaku burut para oknum pejabat tersebut adalah rakyat jelta juga memiliki keinginan untuk kaya raya, hanya saja jalannya beda, yakni dengan pesugihan.

“Kita akan mencari apa yang kita tidak miliki”, sebuah pepatah Wong Fei-hung muncul dari mulut buaya darat yang tinggal di pantai Trisik yang sekarang baru berjemur dipinggir pantai pakai kacamata hitam biar bisa liat para betina gak pake daster. 

Referensi, akses, dan kapasitas rakyat jelata yang tentu sangat berbeda jauh dengan para pemegang kekuasaan melahirkan bentuk atau cara lain. Cara tersebut dinilai cukup jitu, terbukti banyak rakyat lain yang mengikuti cara tersebut walaupun terkesan cukup aneh alias tidak biasa (kalian luar biasa). Cara tersebut adalah jalur kaya via pesugihan.

Seperti ketika mendaki gunung, ketika satu trek sangat padat, terkadang kelompok pendaki tertentu berinisiatif dan coba menjadi ‘Dora’ dengan coba membuka dan mencari trek alternatif. Dengan iming-iming proses yang lebih cepat (memangkas waktu), menjajal pengalaman baru, dan merasa unik karena berbeda dengan yang lain membuat kadang cara tersebut dilakukan. Terkadang cara tersebut sampai mengabaikan risiko yang ada. (wes di warning tep ngeyil, karena ngeyil adalah jalan ninjanya Kabuto).

Pesugihan adalah Koentji

Pesugihan merupakan praktik tidak biasa yang telah menjadi rahasia umum dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Wakandut (walau kalut selesaikan dengan dangdut) asolole josss! Pesugihan menjadi jalur yang dianggap efektif dan efisien untuk mendapatkan kekayaan di dunia.

Banyak faktor yang melatar belakangi praktik tidak baik tersebut; mulai dari jalan cepat ingin kaya seperti tetangganya, karena penderitaan hidup yang tidak kunjung usai seperti sinetron di RCTO, putus asa dalam mencari uang yang halal karena gak punya ijazah sampai tingkat perguruan saulin soker, tertutupnya hati insan tersebut, hingga pengen nyoba aja (emangnya gak boleh? Yaudah, oke fine! kita putus).

Berbagai tata cara pesugihan telah tersebar luas di seluruh penjuru Negara Wakandut.

Berikut adalah daftar terpopuler cara pesugihan di Negara Wakandut (walau kalut selesaikan dengan dangdut) hek hekya!! Data daftar cara ini telah diteliti oleh Tomas Jorday(seorang peneliti luar biasa, yang biasanya beli satu es krim di Wakanmaret, tapi tetep minta kantong plastik di kasir):

  1. Pesugihan dengan babi ngepet;
  2. Pesugihan dengan Tuyul dan Mbak Yul;
  3. Pesugihan dengan siluman kura-kura nindja;
  4. Pesugihan dengan melakukkan ritual seks edukesyen;
  5. Pesugihan melalui proses ‘ngalap berkah’ benda keramat dan pohon tertentu;
  6. Pesugihan dengan kerja sama ‘bilateral’ dengan makhluk gaib;
  7. Pesugihan di gua atau makam keramat;
  8. Pesugihan monyet atau kera yang cukup familiar di daerah helpagung.

Pada praktiknya cara tersebut selalu melibatkan pihak lain (pihak kedua) dalam proses kerja sama bilateral yang akan dilakukkan, seperti makhluk gaib atau benda dan tempat tertentu.

Seringkali pihak-pihak lain tersebut memiliki request khusus yang harus dipenuhi oleh pihak pertama supaya kesepakatan yang didamba-dambakan dapat terjadi. Request yang diminta oleh pihak kedua tersebut seringkali berupa tumbal atau korban sebagai bentuk kesepakatan yang dibuat.

Kerugian dan Dampak Buruk

Nah jika dipikir secara jernih, sebening air mata ibu, praktik tersebut nantinya akan memberikan kerugian yang lebih banyak. Mulai dari tuduhan tetangga dan sanak saudara sebagai bentuk kerugian sosial. Apalagi dapat dikucilkan dimasyarakat bila terbukti benar. Tumbal dari anggota keluarga (seringkali anak atau janin menjadi isu tumbal paling populer), penyakit misterius menahun, hidup tidak tenang karena kebingungan ngecakke duit mergo rung siap sugih, hingga peringatan dosa dan bentuk siksaan yang kelak akan diberikan. Maka dari itu guys, mari kita kampanyekan hubungan bilateral yang baik antara manusia dan Sang Pencipta supaya nantinya kita diberikan kemudahan jalan dalam mendapatkan rezeki yang baik dan syukur-syukur dapat memberikan manfaat baik untuk sekitar kita.