Dalam pesan agama, disebutkan bahwa Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, lalu nafkahkan harta yang merupakan amanat-Nya. Kupahami secara sederhana: tanpa iman, derma hanyalah citra perusahaan. Bukan cita-cita kemanusiaan yang luhur!
Dalam sebuah surat Martodikromo kepada sahabatnya, Beliau menulis:
“Salam. Bagaimana kabar keluarga, Mas? Do sehat kabeh to? Pernahkah terlintas untuk berkunjung ke rumahku? Kawasan yang identik dengan kebangkitan rakyat yang terpanggil karena kecintaan sangat pada NKRI dan TNI. Pernahkah jua terlintas ‘tuk menjawab kegundahan hati para petani dibalik pembodohan dan pemiskinan yang berlawanan arah dengan program pemerintah namun pemiskinan dan pembodohan itu dilakukan oleh pemerintah itu sendiri.
Wahai Sang kocak. Kocak kacik-kocak kacikmu kami tunggu, kocakmu akan selalu menggoyang pinggul pemodal, kacikmu akan membangkitkan bara jiwa orang yang lemah. Tinggal komat kamit petani bisa mengiringi kocakmu apa tidak. Lantaran terlalu lemahnya dihadapan penguasa. Islam adalah agama perlawanan. Dalam pemahamanmu di Surah Ali Imran 26-27 membimbingku ‘tuk membuat lautan yang tak bertepi. Haruskah aku berhenti Yang Mulia, oleh sebab angin laut yang menerpaku?
Malam ngarofah membuatku sulit tidur. Hidup adalah hidup hati dan pikiranku. Mati adalah mati amal ibadahku. Haruskah aku tunduk pada manusia ‘tuk menzalimi Allah ngazza wajalla? Sebagian petani berharap jangan tunduk.”
Lalu kubertanya pada Martodikromo, “Bukankah sahabatmu berada di Tanah Jawa, bagaimana bisa disebut bahwa sahabatmu berada di seberang lautan?”
Martodikromo menjawab, “Beliau di lautan hidayah dan maghfirah, sedang saya berada di lautan fitnah, lautan jihad dan lautan beladiri. Sedang kalian di lautan keilmuan dan amal.”
Kutergugah oleh diantarakata-nya. Kuaminkan dalam diamku.
Lalu aku menghubungi Ibuku, bertanya mengenai komunitas Amanah Umat yang digelutinya. Pada tahun lalu berkurban tujuh sapi, kini dikabarkan tiga sapi dan paketan sembako untuk yang berhak. Semakin kagum rasanya kepada pergerakan para perempuan ini. Komunitas ketjil para perempuan yang kreatif. Tidak lebih dari lima orang anggota komunitas, tanpa ketua atau struktur mapan. Kudengar baru terkumpul dana 22 juta untuk disalurkan kepada yang berhak. Suatu kegiatan rutin bulanan. Ibu bilang kini bukan lagi tak memiliki pekerjaan, namun banyak orang yang tak makan.
Malam hari perayaan Idul Adha. Limurta, kawanku, mengajakku jalan-jalan sembari COD tas. Sepulangnya mampir warungkopi. Limurta memesan secangkir kopi atas nama “mawar”. Senang katanya bila membuat kasir nahan untuk senyum, seringnya hingga tertawa. Dia memintaku melihat arah jam sepuluh. Tapi aku tak tertarik karena si perempuan dimaksud sudah bawa peliharaan. Dengan tali gaib. Kulanjutkan bertukar cerita dengan Limurta, dengan gawai yang sama-sama disimpan.
Pasangan yang kami perhatikan tetiba tinggalkan meja. Si perempuan kabur berjalan cepat tinggalkan lelakinya. Padahal es jeruk yang dipesannya masih utuh penuh. Aku: Limurta. Ambil, jangan?