Ketika membuka dokumen-dokumen laptop, aku sempat lupa memiliki tulisan yang belum terpublish. Terakhir kuedit pada tanggal 23 Juni 2018. Sudah dua tahun berlalu. Tulisan ini muncul dalam konteks kampus yang selalu menjadi sasaran kritik keresahan masyarakat. Kala itu dalam rangka memperingati hari buruh berlangsung demo yang berakhir rusuh hingga diwarnai pembakaran pos polisi di “pertigaan revolusi”.
Yang Lupa memberi harapan, yang Lelah memberi kritik
Pagi-pagi sekali di gerbang barat kampus. Tetiba sudah tergantung beberapa bungkus makanan. Di antaranya ada brownies, ayam goreng, jajanan pasar, gudeg, serta berbagai jenis makanan lain. Tidak tahu, biasanya memang begitu. Banyak orang yang tak dikenal berlalu meninggalkan bungkusan-bungkusan yang asasi itu. Sebagian orang kemudian mengambil satu makanan, kemudian (bila tidak habis) mengembalikan ke tempat semula.
Sudah banyak berubah kampus yang dahulu sering dihujat ini.
Anehnya meskipun tidak tahu polanya seperti apa, tidak ada makanan basi yang berceceran. Masyarakat di kampus ini lebih banyak menolak makanan karena alasan kekenyangan daripada saling rebutan. Makanan seringkali tersisa dibawa ke rumah masing-masing untuk dibagikan ke sekitarnya.
Tidak hanya soal makanan, beberapa orang tua yang tinggal di sekitar kampus pada setiap sore membawa putra putri mereka meminta mahasiswa yang ditemui untuk diajari mengaji. atau mereka datang seorang diri datang untuk bertanya suatu persoalan baik mengenai agama atau sosial.
Andai para mahasiswa demo di “pertigaan revolusi”, para pengendara serentak menurunkan standar motor atau mematikan mesin mobil mereka. Bersama mereka berjalan di belakang mahasiswa, bersama-sama menyuarakan apa yang disuarakan sang orator. Karena mereka sadar bahwa suara mahasiswa adalah masalah masyarakat itu sendiri. Mendemo berarti mereka yang ingin menyeka air mata masyarakat yang tertindas, yang tidak berani menyuarakan di depan publik. Maka mahasiswa sebagai penyambung lidahnya.
Baliho-baliho dahulu yang berisi hujatan terhadap mahasiswa dan kampus, kini beralih menjadi bunga yang hampir setiap hari di kalungkan dan ditaburkan di sepanjang jalan kampus mulia ini. Testimoni positif tak henti diucapkan kepada perguruan tinggi ini.
Kriminalitas di sekitar kampus berkurang. Meskipun masih banyak pakaian compang-camping berlalu-lalang, tetapi mereka ada dalam keadaan kenyang. Pemerintah tidak lagi perlu memberlakukan undang-undang tentang larangan memberi uang di jalanan kepada pengemis dan gelandangan. Mereka dengan sendirinya akan pergi ke kampus. Mereka makan, diberi pakaian hingga pengetahuan.
Tidak heran jika ‘kampus putih’ sudah tidak lagi menjadi milik mahasiswa saja, atau kunjungan-kunjungan dari Sekolah Menengah Atas (SMA) yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun juga milik semua kalangan masyarakat. Slogan Jogja berhotel nyaman sudah agak lama tak lagi terdengar. Orang-orang yang kehabisan bekal atau sengaja berkunjung ke Jogja lebih nyaman untuk bermalam di ‘kampus putih’ ini. Basecamp dari banyak UKM menyediakan tempat khusus para tamu yang hendak menginap. Bahkan tidak sedikit mahasiswa membuka ruang diskusi malam.
Pantas saja masyarakat begitu dekat dengan mahasiswa. Kuliah Kerja Nyata (KKN) tidak dilaksanakan pada semester sebelum mahasiswa diberikan wahyu oleh rektorat dan bagian akademik untuk mengerjakan skripsi. Kini KKN dilaksanakan pada semester kedua, sementara pembagian kelompok dan pembekalan sudah terlebih dahulu dilakukan pada semester awal. Kurang dan lebih 4 – 5 tahun mahasiswa terjun ke masyarakat. Selama perkuliahan berlangsung, mahasiswa lebih stress kala menghadapi masyarakat berkonflik soal harta gono-gini, dibanding stress lantaran makalah dan presentasi di ruang kelas.
Skripsi dikerjakan dua tahun setelah terjun di masyarakat. Tema-tema penelitian terambil dari permasalahan-permasalahan yang ditemui di masing-masing tempat KKN. Masyarakat tidak lagi menangis melepas mahasiswa, karena mahasiswa sudah menjaminkan nyawanya kepada masyarakat tanpa pengkhianatan. Mereka tidak khawatir karena mahasiswa pasti akan mengunjungi mereka.
Sudah banyak berubah kampus yang dahulu sering dihujat ini.
Habislah kata untuk membangun harapanku, yang jengah mendengar banyak kritik. Suatu ilustrasi yang sedang, tidak berhenti hanya menjadi akan. Kejadian!