Oleh: Abenza’idun

Dipaksa mengingat sesuatu yang lupa, dipaksa melupa sesuatu yang pernah ingat.
Dipaksa membenci padahal cinta, atau dipaksa mencinta padahal benci.

Dari sudut mana lagi Jogja yang tak kau  ingin ceritakan. Tidak ada bukan? Sebab setiap sudut Jogja adalah sebuah cerita. Jojga memang istimewa dan akan selalu istimewa. Baik bagi pribumi maupun turis yang pernah singgah di Indonesia Mini itu. Sebutan kota pelajar, budaya, wisata, mistis sampai romantis bukanlah isapan jempol belaka. Semenjak delapan tahun silam singgah di Jogja saya mendapatkan banyak pengalaman yang luar biasa. Di antaranya mengenal berbagai kultur di masyarakat sekitar, tempat-tempat bersejarah, wisata, mistis dan lainnya. Selama delapan tahun itu pula bisa dikata sepertiga bagian saya sudah menjadi orang jogja. Hehe.

Setiap orang akan memiliki kenangan tersendiri ketika singgah di kota gudeg tersebut. Entah urusan belajar, karir, asmara ataupun lainnya. Banyak teman seangkatan atau kenalan yang masih di sana. Ada pula sebagian memutuskan menetap di sana. Namun, saya harus kembali ke tanah kelahiran pada tanggal 11 Januari 2021, tepat seperti salah satu lagu Gigi.

Ada tiga hal tentang Jogja yang melekat dalam ingatan. Yaitu tentang insomnia, amnesia dan asunia.

Pertama, tentang Insomnia

Saya rasa tidak berlebihan jika menyebut jogja adalah salah satu kota 24 jam. Sebab, seharian penuh aktivitas tiada berhenti.  Mulai tengah malam bapak dan ibu-ibu berangkat ke pasar menata dagangan sayur-mayurnya, pagi-pagi para siswa, mahasiswa dan pekerja kantoran atau non-kantor berangkat. Toko-toko mulai buka hingga sore bahkan sampai malam. Aktivitas sore penjual martabak, pecel lele yang jarang ada pecelnya, burjo yang jarang ada  bubur kacang ijonya, nasi goreng, kafe dan lainnya mulai beroperasi hingga tengah malam. Benar-benar full aktivitas. Melihat begitu padatnya aktivitas, tak jarang para pedagang membuka tempatnya 24 jam juga, salah satunya kafe.

Kafe menjadi tempat favorit untuk berkumpul. Entah sekedar kumpul biasa, mengerjakan tugas atau rapat. Seperti namanya tidak afdal jika tidak memesan kopi. Awalnya saya termasuk orang yang sulit diajak ngopi ke kafe, tepatnya saat semester satu, karena waktu itu belum suka kopi, hingga ketika saya mulai bekerja di kafe daerah Nologaten yang sekarang sudah ganti.

Berawal dari situlah saya mulai mencoba kopi hingga akhirnya jatuh hati padanya. Dengan kopi dapat mencairkan pikiran dan merapatkan barisan. Jogja adalah tempat sejuta kopi pun kafe. Berbagai macam kopi disajikan di sana, arabica (gayo aceh, kintamani bali, toraja), robusta temanggung dan masih banyak lagi. Tapi, favorit saya tetap kopi hitam agm (agak manis) atau kopasus (kopi susu) yang harganya merakyat. Maklum mahasiswa budget tepi jurang.

Sebagai penikmat kopi di antara resiko yang harus ditanggung salah satunya insomnia. Insomnia secara lumrah dipahami sebagai keadaan tidak dapat tidur karena gangguan jiwa (KBBI). Tapi gangguan jiwa bukan berarti edan/gendheng. Hanya sajadipaksa mengingat sesuatu yang lupa atau harus mengingat sesuatu yang perlu diingat hingga menyebabkan susah tidur. Entah tugas, jadwal ketemu si Doi, mudik atau hutang. Tak jarang para penikmat kopi sering begadang. Saya pastikan barang siapa yang suka ngopi dan sering bepergian ke kafe mereka adalah pelaku insomnia. Rata-rata sih. Saya pun salah satunya, sampai-sampai sehari tanpa ngopi rasanya kayak kurang inspirasi.

Kedua, Amnesia

Setelah insomnia Jogja, perihal selanjutnya adalah tentang amnesia. Amnesiaadalah kehilangan daya ingat, terutama tentang masa lalu atau tentang apa yang terjadi sebelumya karena penyakit, cacat atau cidera pada otak (KBBI). Berdasar pengamatan dan pengalaman amnesia itu ada dua kemungkinan, yaitu disengaja dan tidak.

Amnesia dalam kategori yang disengaja rata-rata urusan asmara. Terlebih asmara yang kandasnya tidak secara baik-baik. Mereka para mantan, satu sama lain akan mencoba saling melupakan. Si A akan dengan sengaja melupakan si B, begitupun sebaliknya. Malah bisa menjadi fatal jika harus terpaksa. Faktornya karena kekecewaan akibat perselingkuhan atau Doi lebih memilih orang lain. Padahal hubungan yang terjalin cukup lama, tiga, lima tahun bahkan lebih. Kalau kata teman karena cinta bisa gendheng ndadak. Hal demikian sering saya temukan dalam curhatan teman-teman di tongkrongan kala ber-insomnia dengan secangkir kopi.

Ada lagi yang sengaja amnesia, yaitu ketika ditagih hutang atau tugas kuliah. Bukan rahasia umum lagi. Jika kita ditagih mesti sengaja amnesia alias pura-pura lupa. Ada seribu alasan untuk mengelak.

Sedangkan untuk amnesia yang tidak disengaja, nggak usah saya kasih contoh. Karena kalau memang lupa ngapain suruh mengingat-ingat. Namanya juga lupa kan? Hehe.

Ketiga, Asunia

Jangan salah paham dulu ya! Kata ini memang frontal, tapi ini benar-benar membicarakan asu (anjing, Bahasa Jawa). walaupun saya dan teman-teman terkadang guyonan ketika melihat ada cewek yang mentiring alias wuasyu, eh wuayu maksudnya, lewat kami kira sendiri taunya ada cowoknya. Ah… ada asunya. Begitu guyonan kita. Tapi sekali lagi hanya sekedar guyonan belaka, sama halnya jancuk yang menjadi kata mesra dan keakraban orang Jawa Timuran.

Kembali ke asu. Saat pulang ngopi sama teman boncengan lewat Jl. Ori Papringan, tiba-tiba seketika di pertigaan dekat burjo Kang Otong 2 ada asu yang lompat dan mengenai tangan temanku. Kami berdua yang sama-sama takut dengan asu pun terkejut terheran-heran. Sampai temenku bilang, asu marai deg deg serr ngluwihi ketemu dek e.  Itu bukan bagian scene yang didramatisir, tapi serius. Bahkan sempet sesak nafas, saking kagetnya. Dasar asuuu…

Lain hari, hendak pulang dari kafe tempat kerja, terjadi keributan antara tiga asu di tengah jalan tepat pertigaan. Entah yang diperebutkan wilayah kekuasaan atau betina saya kurang paham, mau saya tanyai juga nggak tau bahasanya. Yang jelas jalanan sempat macet. Para asu saling cakar-mencakar dan saling menggigit hingga luka berdarah.

Selang beberapa bulan, eh malah temen di kafe memelihara asu. Yang pertama asunya kecil, nggak tau jenisnya, kedua gede warna coklat jenis Husky dan yang ketiga ini hitam gede, jenis Husky juga. Yang kedua saya masih biasa, perlahan saya mulai nggak terlalu takut sama asu. Tapi, yang hitam pertama kali dibawa ke kafe belakang, karena lampu mati saat lewat, tak sadar kaki si asu terinjak hingga dia langsung menggonggong. O… Asu.

Begitulah, secara tidak langsung dipaksa untuk menyukai asu di atas ketakutanku yang menjadikan Asunia.