aldiantara.kata
Seperti hal konyol, tulisan tak penting ini kumulai dari ‘bokong’ truk yang melahirkan quote-quote maknyus. Tadi saja, sebuah truk berjalan membelakangiku, ada tulisan, “Papa bekerja, Mama berdoa.”
Apa Papa tak berdoa dan Mama tak bekerja?
Apa kerja Papa menafkahi keluarga, atau doa Mama yang merayu Tuhan bukakan jalan kemudahan?
Hari Ibu. Semesta berterimakasih. Orang-orang berucap salam, sebagian berdoa dalam kesendirian, menabur rupa bunga di atas tanah pembaringan.
Takdir sudah benar untuk hari ini. Jangan ada lagi yang gugat keadilan-Nya. Kuasa yang tak terlihat menegur kemanusiaan yang lupa bagaimana cara Ibu merawat anaknya.
Dunia sedang terluka, manusia-manusia perlu bermanja dengan seorang Ibu, yang sedang minggat lihat anaknya sibuk penuhi ambisi.
Dunia di bawah kuasa tangan bapak pertiwi yang tiran, keibuan yang saksikan dari dalam tertawa gila melihat keadaan.
Ibu sudah berubah. Kini nakal dan jahil. Bapak yang melahirkan anak-anak bengis dari rahim yang gelap. Ibu tak berahim, enggan hamil lantaran trauma keguguran.
Selamat hari ibu adalah perayaan kasih sayang dan cinta yang hilang diantarakata, diantarakita. Perayaan kehilangan dengan membeli brand-brand barang feminim, ucapan puitis, pertaruhkan lapar demi kebahagiaan seharian.
Ibu tidak senang, menahan tawa. Air mata apa ini? Ibu tertawa dan menangis. Meski suci dan tulus, membentuk cekung sungai yang takkan bertahan lama, sebelum tercemar oleh sampah keserakahan putra-putrinya.
Sudah sekian lama putra Ibu tak mengabari. Kini sudah berpisah jasad berada pada rentang jarak yang teramat jauh, tiada pelukan, tiada cium di kening, tiada kehangatan kehalusan perasaan.
Ibu tak curiga putranya mengabari hanya hendak memohon doa restu untuk terjun dalam politik. Ibu tak suka berjudi. Ibu hanya suka memberi dan menerima ketiadaan. Ibu hanya suka mengobati tanpa lisensi kedokteran, Ibu hanya suka menjadi teladan tanpa memberi ceramah, tanpa baju agama.
Ibu dan Ayah bukan pelacur bagi kehidupannya. Mereka tak suka menuntut sesuatu dari kehidupannya. Ibu dan Ayah keduanya merupakan pejalan kaki yang senang menanam pohon pada setiap pijakan langkah kakinya. Putra-putrinya bisa bermain di bawah teduh daun yang rimbun, buahnya yang dapat mengganjal lapar.
“Ibu, pintu rumah menjadi sepi, derap langkahmu sebelum masuk rumah yang selalu buatku senang, dunia kini menjadi tempat yang tak menyenangkan tanpamu. Yang sedang sakit, tanpa diagnosa yang jelas, tanpa pengakuan. Tanpa lebam. Anak-anakmu, terluka.”
Ibu. Hari ini. tentang langkanya saling berkasih sayang. Diantarakata. Diantarakita.