aldiantara.kata
Perkumpulan pecinta puisi yang berasal dari berbagai kalangan
Perihal yang dimaksud self-healing dengan berpuisi di Iran adalah berdasarkan pengalaman yang dibagikan oleh seorang penyair, Annie Finch, melalui artikel yang ditulisnya berjudul, “An Evening with Forugh: Iranian Poetry Night” diterbitkan di Poetry Foundation.
Dalam kunjungannya ke Iran, Ia pernah diajak untuk ikut sebuah acara suatu komunitas kecil yang berkumpul sebulan sekali untuk menghargai, membaca dan menikmati puisi bersama-sama. Secara bergantian masing-masing perkumpulan melingkar itu membacakan satu puisi terjemahan (ketika itu karya penyair Iran Forugh Farrokhzād) dan satu puisi bebas.
Hingga seorang perawat dalam perkumpulan itu berkata kepada Annie Finch, “Di AS, jika seseorang sedang stres, mereka disuruh duduk di sebuah ruangan dan bermeditasi. Dalam budaya kita, mereka disuruh membaca puisi.” Uniknya dalam perkumpulan itu mereka bukan hanya para penyair, melainkan berasal dari berbagai kalangan profesi, dari perawat hingga eksekutif bisnis.
Annie Finch memang tidak menamakan aktivitas perkumpulan kecilnya sebagai self-healing. Namun kita dapat melakukan hal serupa dengan mengapresiasi karya-karya sastra baik sebagai self healing atau mengasah kepekaan perasaan diri kita.
Perihal self healing dan beberapa teknis diantaranya
Penulis mengutip pandangan dari Qubisa, self-healing merupakan sebuah proses penyembuhan luka batin atau mental yang dilakukan secara mandiri. Penyebabnya beragam, seperti trauma masa kecil, kecemasan yang berlebihan, kegagalan yang membuat diri down, dan sebagainya.
Terdapat berbagai teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan self-healing. Sesuatu yang dapat dilakukan misalnya dengan memberikan sugesti positif kepada diri sendiri. Peristiwa atau pengalaman yang diterima sebagai kegagalan merupakan pelajaran berharga di mata kehidupan. Berbicara dengan diri sendiri dengan lembut dan mengatur nafas dengan baik menjadi salah satu teknik self-healing yang dapat dilakukan.
Terlalu sibuk memikirkan orang lain dengan membanding-bandingkan pencapaian kerapkali menjadi ‘aktifitas spontan’ yang tak disadari. Daripada membanding-bandingkan pencapaian alangkah baiknya mengalihkan kepada kekuatan diri sendiri dan mengembangkannya, sebab proses berkembang setiap-tiap orang tentu berbeda. Ayolah, ini tidak mudah. Siapapun tentu secara alamiah pernah bercermin melalui kehidupan orang lain!
Dengan memberi waktu untuk diri sendiri beristirahat dan melakukan hal-hal yang disukai setidaknya menjadi teknis alternatif dalam melakukan self-healing.
Selain itu, berpikir dengan kesadaran penuh, menerima kenyataan tanpa ada penolakan atau penghakiman terhadapnya lalu melepaskannya seiring berjalannya waktu.
Self-healing dengan berpuisi di Iran dan apresiasi sastra
Perkumpulan lingkaran kecil sebagaimana dalam cerita Annie Finch, masing-masing bergiliran dengan membacakan puisinya dengan lantang.
Hal yang membuat terkesan dalam kegiatan itu, di mana orang-orang di perkumpulan lingkaran kecil begitu ramah dan menghayati setiap puisi yang dibacakan. Annie Finch menceritakan ketika ia membacakan puisinya, beberapa dari mereka menangis terharu.
Bahkan hal menarik lain, tak satu pun dari orang-orang ini akan menyebut diri mereka penyair (meskipun ada satu novelis dan satu penerjemah di antara mereka). Meskipun mereka berasal dari profesi yang berbeda-beda, mereka adalah pembaca dan pecinta puisi.
Baca juga: Doa untuk Bli Jerinx
Pada penghujung malam, puisi-puisi dibacakan menjadi lagu diiringi dengan gendang dan rebana. Annie Finch sangat terkesan dengan kekuatan puisi yang menyatukan orang-orang dan menyentuh ke tempat kemanusiaan yang sama.
Aktivitas apresiasi puisi di Iran, sebagaimana yang ditunjukkan pengalaman Anne Finch pada satu sisi dapat digunakan sebagai salah satu alternatif self-healing, namun pada sisi yang lain menunjukkan suatu kritik kepada kita perihal apresiasi sastra di Indonesia.
Segelintir orang hanya mengenal Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, WS. Rendra padahal masih banyak sastrawan-sastrawan dengan karya brilian yang kekuatan puisinya sangat relevan dengan kehidupan masa kini, atau bahkan untaian kata-kata indahnya mengobati kepiluan.
Di samping itu, di antara faktor kurangnya apresiasi sastra menurut penulis adalah pelajaran sastra kalah populer dibanding kedokteran dan jurusan-jurusan eksakta. Menekuni sastra tak menjamin demi kehidupan yang lebih layak. Membaca sastra identik dengan kegalauan masa remaja, religiusitas, atau pemandangan alam dengan makna yang sempit.
Self-healing dengan berpuisi sebagaimana pengalaman Annie Finch menjadi alternatif yang mengasyikkan. Penulis cenderung merefleksikan pengalaman Annie Finch di atas dengan drama Korea When Wheater Is Fine (2020) yang dibintangi Park Min-young dan Seo Kang-joon yang sekilas sudah penulis saksikan.
Di antara salah satu episodenya menunjukkan di sebuah toko buku kecil, suatu komunitas klub buku duduk pada sofa yang melingkar, berbagai jenjang usia dari anak, remaja hingga paruh baya secara bergantian membacakan kutipan sastra, sementara yang lain dengan khidmat mendengarkan.
Sebentuk cara mengapresiasi sastra dengan demikian sejatinya tidak terlalu tampak ‘serius’, namun menjanjikan obrolan yang cenderung berfaidah ketimbang harus menghabiskan waktu di warung kopi dengan bergunjing. Tidak mesti harus secara bergantian membacakan puisi. Dapat pula diakali dengan bercerita buku apa yang telah dibaca hari ini, kata-kata apa yang terngiang membekas di benak pikiran.
Apa dalam circle pertemanan kita terlalu sering bercanda? Apa yang asik itu harus selalu yang mengundang tawa tak henti?
Self-healing dengan berpuisi sejatinya punya musuh abadi, ketika ada yang mengomentari karya sastra seseorang dengan ungkapan, “lebay”.
Percayalah pada setiap kata, ia terlahir dari keadaan yang nyata. Percayalah pada setiap diksi, ia datang mewakili setiap perasaan yang segan diucapkan.