aldiantara.kata
“Aku akan membayarnya terlebih dahulu.”
(menyerahkan uang untuk secangkir kopi)
Aku bertanya, “yakin akan tetap bergegas? Di luar sedang hujan. Tak menunggu sedikit reda?”
Kau jawab, “Dia sudah membuatkanku masakan, aku harus segera tiba di rumahnya.”
Menghisap sebatang rokok terakhir, sebelum pergi, sembari bercerita perihal kekasihmu yang pandai memasak. Jarak tempuh tidak dekat. Pertemuan yang sudah tak bisa ditunda. Gila, bukan? Nasib takdir apa yang akan menghajarmu pada masa datang. Sehelai pun bahkan kalian tak terbesit. Tak peduli! Kuah sup panas serta memandang senyum kekasih di antara belantara hujan di ruang tengah.
Njing! Kopi di atas mejaku masih saja pahit kuseruput. Tapi nikmat sekali.
Aku berniat mengurangi makanan-makanan manis. Namun seporsi pisang keju kutelan bulat-bulat sendiri.
Sedang apa dirinya? Apa sudah berbusana dan menebalkan lipstik yang telanjur memudar.
Cepat sekali kawanku. Jejaknya sudah dihapus genang hujan.
Padahal kuhendak bertanya, apakah ia suka menciumi tengkuk kekasihnya dari sebelah kanan. Membuang hela nafas pada lehernya. Memeluknya dari arah selatan tubuhnya. Apakah ia bersendawa pada sela-sela cumbu desahnya. Serta mencuri pandang pada pejam matanya dalam remang pencahayaan. Apakah kekasihmu menekan dadamu untuk mengambil kendali. Membuatmu pasrah, lalu dengan segera kau menyimpan memori hari ini, sebagai bahan tangis?
Tinggalkan Balasan