aldiantara.kata

Bapak bilang di dalam kamar ada Ibu sedang berdoa. Kecoa merayap hendak masuki kamar. “Tolong cabut nyawa binatang itu”. Kupukuli, dengan ijuk sapu. Namun tak mati-mati. Berada di dalam ruangan. Di luar banjir menggenangi jendela. Apakah di dalam sedang kuliah? Ini bencana, atau sedang berada di dalam kapal selam. Puing-puing kayu berserak. Apa ada kapal pecah.

Aku terbangun sedikit gelisah. Baju untuk bertemu dipakai arungi kelabu mimpi. Matahari sudah pergi. Aku kira pagi. Buku terjatuh di bawah ranjang. Kuselamatkan ponsel. Ia tidak jatuh. Namun saat kuperiksa tidak ada pesan apa-apa.

Ada telepon.

Aku sengaja tak berpura-pura waras dengan membenarkan suara.

“Kau dari mana?” Tanyanya.

“Mengembara. Menerka makna. Bahkan yang tak dianggap bermakna sekali pun”.

Telepon ditutup. Saksikan berita di layar kaca. Aku membaca spasi di antara kata-kata. Tidak ada yang masuk kepala. Mereka mengoceh pada jarak di antara jiwa. Mimpi seperti spasi di antara runtut rutinitas. Ia bisa kosong, bisa juga terisi kembali revisi. Aku seorang pembaca buku. Namun jenuh dengan kata-kata. Kubaca saja spasi. Menulis spasi selalu mudah.