Foto: Sibro Malisi

Konten: Aldiantara Kata

 

Seloromo. Jawa Tengah. Ombo hubungiku dan katakan ia sedang di sana. Saat senja. Seseorang menjala ikan. Sinar lembayung di langit memantul lewat riak air di Seloromo. Banyak orang berteduh di bawah langit indahnya. Meski diam bahasa menjadi cara terbaik menikmati, namun sepertinya pemandangan ini akan memaafkan banyak hal. Menjadi pendengar yang baik tanpa menghakimi. Menerima keluh kesah tanpa merubah riaknya.

Bahkan dengan bahasa yang kutitipkan melalui udara, Seloromo akan menjawab, “tidak apa-apa untuk tak menjadi apa-apa”. “Tidak apa-apa merasa iri dan sebal”. “Tidak apa-apa menjadi pemarah”. Tidak apa-apa tak memaafkan banyak hal.” Banyak hal di dunia yang terjadi tidak seharusnya, sementara manusia berbuat untuk menjadi seharusnya.  Kenapa harus menjadi seharusnya, manusia sepertiku sulit menerima keburukan ini. Berusaha terlihat sempurna dilihat orang.

Di sela kepenatan rutinitas. Aku malah diberi anugerah semesta untuk pergi ke Wonosobo. Dinginnya mengenang. Melewati Kledung, hingga Wonosobo: dingin dan selimut kabut. Perkebunan teh hingga tembakau yang berjajar dijemur di pekarangan. Pepohonan rindang dan keramahan masyarakat sekitar. Aku jadi teringat suasana sore ketika aku turun dari Sindoro via Alang-Alang Sewu. Sesampainya sore. Melewati jalan menurun pemukiman warga. Suasana desa dengan wangi tembakau sepanjang jalan. Kepada alam yang tak pernah membuat kecewa. Moodboosterku. Namun kini orang harus bayar mahal untuk menikmati keindahannya.

Teringat catatanku pada tanggal 3 Agustus 2018 ketika berada di Dieng. Pernah ngga sih kamu datang ke suatu tempat bersama seseorang. Ketika hendak mengunjunginya untuk kedua kali, rasanya tak sama seperti awalnya. Merasa terasing dalam keramaiannya. Hingga benar-benar berharap seseorang itu kembali menemanimu. Meski tersisa foto buram tersimpan, namun mata tidak pernah lupa apa yang pernah dilihatnya: yang terkasih.

“Kucari kamu di desa tertinggi di Pulau Jawa. Kuusap tanah terinjak mencari jejak kita yang lama tertimbun salju yang datang sekejap. Aku salah, Kekasih. Aku menuju Dieng hanya mencari sunyi. Kuberanjak menuju Telaga Warna mencari luka. Aku tak menemukan batinmu yang tersembunyi dalam pandang wajahku. Kau berada di mana?” 3 Agustus 2018.

Kau berada di mana. Ah, kau sudah terlelap.