Di embung. Banyak orang berolahraga. Di tepiannya, banyak orang pergi memancing. Di sekitarannya, banyak orang berjualan. Di kedalamannya, banyak orang duduk merenung. Di sudut di mana aku tak diperhatikan, aku memperhatikan mereka.
Manusia kerap membutuhkan ruang yang luas. Dari mata yang mulai rabun keterbatasan pandangan yang melihat bangunan atau jarak dekat gawai yang membuat kepala pening.
Pada kondisi waktu tulisan ini terbit, sebuah perusahaan bisa tutup sementara karena tiga karyawan positif corona. Peringatan! Agar manusia tak melulu berjalan tanpa sadar. Bekerja rutinitas. Lupa sedang apa dirinya. Sebagian manusia bekerja menyerahkan dirinya kepada pemodal. Takut kepada atasan. Mustahil katakan tidak bila diperintah. Berani melawan nuraninya. Mungkin aku akan demikian juga bila waktunya.
Manusia berkumpul semalam. Bersenang-senang. Pulangnya merasa kesepian.
Driver ojol membantuku membelikan makanan. Memakai jaket khusus. Kubawakan uang pas. Rupanya tutup poin dan bersiap pulang menuju rumahnya. Mengganti jaket kerjanya dengan pakaian hangat yang telah disiapkan di bagasi kendaraannya. Ah. Apa cuma aku yang melihatnya berbeda. Rupanya aku bermental feodal ketika dia berjaket kerja, dan aku bermental egaliter ketika dia berbaju biasa. Kusisihkan doa kebaikan agar ia bahagia dalam kehidupannya.
Penjual jagung susu keju melayaniku sebagai pelanggan terakhir. Kuperhatikan wajahnya yang senang dagangannya laris. Kuperhatikan ia memberikan jagungnya sebelum mengambil uangnya, meski kuulurkan uangnya terlebih dahulu. Kusisihkan doa kebaikan agar ia bahagia dalam kehidupannya.
Kusadari lebih dalam. Berdoa untuk orang lain dalam keheningan suasana tanpa ada yang mengetahui adalah hal yang sulit. Bagiku.
Sebelum tidur. Kuperhatikan kedua tanganku. Kuangkat ke atas. Kupandanginya. Bagaimana bisa organ tubuhku bisa saling bekerja sama dengan sempurna. Lalu dengan alasan apa kenikmatan ini tidak kusyukuri. Setidaknya aku bisa ketik tulisan ini, lalu bercerita. Aku bersyukur padaNya. Kusisihkan doa kebaikan untuk diri sendiri dan kudoakan manusia di dunia ini. Agar bisa bekerja dengan segenap hati, tidak lupa untuk melihat langit dan menghargai diri sendiri. Lalu mengatakan pada jiwanya: kita adalah manusia berkulit-daging dan perasaan. Bukan robot yang dipaksa bekerja untuk akumulasi dan pemuasan keinginan, kemudian asing terhadap dirinya sendiri.
Ternyata tak bisa tidur hingga kini. Kulanjutkan saja membaca.
Tinggalkan Balasan