Oleh: Hilmy Dzulfadli
–disebabkan oleh Annisa Nurul Utami
Selengkung senyum tipis malam itu, seperti malam malam penyusun waktu yang telah kebas, perlahan mencairkan pualam. Milky way redup digulung awan, sedang bulan bergerak menuju zenith ditemani muson sepoi.
“Dingin sekali!” ujarmu, menarik ingatan samar rerimbun cantigi. Bola matamu berbinar meski tangan dilipat urung lepas, menyusun serpih imaji purba manusia. Sesekali badanmu doyong, menyusul kening yang mengerut.
Malam itu, juga seperti malam lain penanda garis kala, ode lama terlantun. Patah patah. Diiringi riuh angin dan gelak tawa, sahut menyahut. Sampai kemudian, “Aku tidur duluan, ya” pamitmu, kali ini dengan senyum lebar.
Tinggalkan Balasan