Ada suara yang memanggil-manggil dari kejauhan. Ia menembus ruang, sekaligus waktu. Ia beri pesan melalui pena dan tik-tik suara keyboard yang memberi kesempatan. Ia kabarkan tentang hujan dan kabut. Diceritakannya ujaran-ujaran ruang digital tak terbendung. Warta yang tak habis dibaca headline-nya. Segera saja diambil pesan itu dari masa yang lalu. Didengarkannya, dibacanya pada masa mendatang. Sampai aksara itu menemukan pembacanya. Yang menyelam pada ruang hari ini. Berbeda dan otentik. Aksara dan diksi selalu punya keterbatasan untuk bercerita. Nanti pada masa mendatang. Saat pengarang sudah mati, tersisa perdebatan-perdebatan tafsir yang abadi. Tentang siapakah yang lebih dahulu tiba. Apakah cinta yang ciptakan kehidupan. Atau kehidupan yang jiwanya bersalinkan cinta. Manuskrip-manuskrip yang tak bertuan. Menggunakan nama samaran. Tentang ruang yang paling rahasia. Bukankah ia akan tetap beresonansi, tanpa mengenal konsep waktu?