aldiantara.kata

 

Puisi hujan belum selesai. Hujan mengusap luka kekasih yang tertinggal pada kursi taman kota.

Bukankah benar, hujan? Bahwa perihal rindu, tak bisa kau basahi barang sehari. Ia akan meminta dan menuntut. Rindu merupakan kepedihan dari rintik menuju deras hujan, yang takkan pernah terbasahi. Setelah sekian lama rentang waktu tak bertemu, tak bisa luka rindu terobati dalam esa pertemuan. Ia akan terus mencari sabtu, dan waktu.

Telinga balita bersandar pada dada ibunya kala hujan. Berpeluk tanpa diantarakata. Melihat sandal terapung digenang air. Air mata mengering sebelum didekap tanah. Menunggu pembeli di warung kecil. Sebuah gang yang padat penduduk kota.

Hujan senja ini juga adalah air mata orangtua yang menanti kepulangan buah hati di tanah perantauan. Air mata rindu, yang tak bisa berpeluk pada awal pertemuan. Tak bisa terangkan tangis saat sujud penuh takzim. Bagaimana kabarmu, orangtua? Kapan sampai waktu meluang masa demi suatu bhaktiku yang takkan pernah purna?

Hujan yang menyisakan temaram dalam gerimis merupa rintik perenungan masa silam. Bagaimana kabar-kabar orang-orang yang sudah tujuh tahun berlalu?

Sudah hampir genap sewindu berada di kota istimewa. Bukankah seseorang hendaknya tidak lupa dengan tanah kelahirannya.