Puisi Hujan #8

Gerangan hujan mengetuk bumi tiba-tiba. Mengapa melalui jendela harus kuterawang menengadah. Saat hujan lima detik awal manusia bisu. Khusyu mendengar alun, sesekali membayangkan kendaraan yang basah buat tubuh menggigil.

Bila hujan ini direnungi sebagai sebuah kidung, dan puisi ini dibacakan secara mendatar, maukah seseorang mengaransemen ulang jalan hidup agar indah tak sebatas lagu kesunyian?

Bila tanganmu yang kembali kutarik sementara mataku melihat kepada punggungmu yang hendak berlari, maukah kau bawakan terlebih dahulu segelas air yang kelak menjadi temanku selepas kau menjemput takdirmu?

Bila hujan mengusap jejak langkahmu agar aku tak bisa mengikuti,  jangan bersedih sebab isak tangismu tlah tertinggal di banyak bekas baju sisa pelukan. Menuntunku menjadi pelabuhanmu meski enggan dikau bersuara apa sebab.

Izinkan aku menjadi hujan dalam deras dan rintiknya. Membuatmu tertegun sesaat, mengenangku lalu, dalam ketiadaan. Menyambut pelangi sebagai tanda permulaan baru. Terlupaku.

2 Comments

  1. Mantap kakak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *