aldiantara.kata

Bila kamu benar-benar peka, ucapan yang meyakinkan itu dapat diperoleh hanya dengan membaca bahasa mata. Tatapan.

Seorang Ibu paruh baya menceritakan bagaimana ia telah berpisah raga dengan kekasihnya. Beruntung sekali bukan seorang yang dapat mencintai dan ditakdirkan untuk menikah.

Dekat lekat biasanya bekerja bersama membangun sebuah usaha. Tiba-tiba harus bekerja sendiri. Dahulu bila dihinggap bosan, biasanya mereka menjalankan sepeda motor menyusuri jalanan yang padat dari arah timur ke barat.

Mengamati hujan di beranda, yang mulai membasahi kebun, serta lapang tempat anak-anak bermain bola. Bila sudah mulai amat deras, kekasih memintanya untuk masuk ke dalam rumah.

Rekan-rekan datang berbela sungkawa memberondong pertanyaan. Buatnya menceritakan secara berulang kronologi duka. Susah lupa. Meluap memburu temu. Kapan bertemu lagi? Kehidupan bergulir panjang. Waktu melambat. Orang-orang memberi nasihat agar mengingat-ingat keburukannya.

Apakah ketiadaan kekasih dapat membuat pecintanya jatuh cinta sekali lagi?

Ia berjalan sengaja melewati pusara. Membunyikan klakson sebagai sapaan. Saat itu ia merasa kekasihnya hadir memberi jawaban.

Dalam waktu dan ruang yang lain, mereka bertemu. “Kok pergi lama sekali.”

Dihampiri, dipeluknya. Lekat-lekat. Tanpa percakapan.

Aku kini mengerti, ucapan yang meyakinkan itu dia hendak katakan: rindu. Sedalam itu. Sebenarnya.