Selain anggur merah, tidur larut malam bisa membuatmu mabuk. Misalnya seorang wanita yang berkata, “Ngga ada minuman yang memabukkan, hal yang memabukkan ada, tapi bukan tentang cinta saja.” Lelaki menjawab di atas ranjang, “Mabuk kekuasaan?”

Wanita: “Semua soal waktu bergilir. Menjadi tiran selanjutnya, setelah sebelumnya berbuih mengkritik……Tapi aku jengah dengan kata kata, ‘Aku mencintaimu, ngga ada yang menggantikan kamu, kamu ngga perlu dandan natural saja aku suka. Taik babi!’ ”

Wanita: “Taunya pacaran sama cewek glowing kaya berbi. Njing.”

Wanita: “Tapi tak apa. Semesta punya cara menyembuhkan.”

Lelaki: “Waktu mengobatinya perlahan tanpa obat merah. Meski perlahan, emosi harus diluapkan tanpa pengaman supaya lega. Curhatlah pada seorang psikolog. Priamu kasihan. Merasa asing dengan dirinya sendiri, memilih orang yang salah.”

Wanita: “Jangan berpihak padaku. Aku tak butuh dukungan. HAHAHA. Jangan pula coba untuk hakimi dia. Cukup tertawakan sebagai cerita komedi. Dia pun tak salah. Aku yang goblok menyayanginya segenap hati.”

Lelaki: “Kau tak butuh jawaban klise, bukan? Aku supporter bayaranmu. Kudukungmu. Tau kan harus ngapain? Kerja kerja kerja.”

Lalu wanita menunjukkan kepada lelaki halaman tertentu sebuah buku, “Coba deh saling menelanjangi hati dan pikiran masing-masing, setelah keseringan menelanjangi tubuh satu sama lain.” Lelaki berkata, “Aku suka ketelanjangan.”

Wanita: “Ah aku malah bahas-bahas masa lalu. Gila! Gembelelelelelelel.” Lalu Wanita menunjukkan sebuah foto hasil pengambilan gambarnya tentang sebuah panorama pantai yang luas.

Wanita: “Hanya saja, terkadang kita harus melihat segala sesuatu dari jauh, agar kita bisa bersyukur dengan kehidupan kita. Ternyata apa yang kita lalui membuat suatu jalanan menuju keindahan sejati.”

Lelaki: “Kedalaman rasanya sudah ada. Tapi ungkapan bahasamu masih terpenjara kata-kata. Apa orgasmemu dilalui dengan baik atau kau paksakan?”

Wanita: “Apa kamu bercanda dengan saya?”

Wanita: “HAHAHA. Tak ada pemaknaan selain inginku orgasme dengan berkeringat. Lalu setelah itu aku menuang anggur merah dalam tubuhku. Kau kira kopi? Betapa seksi rasanya setelah itu.”

Lelaki: “Manusia selalu memilih jalan kebahagiaan, bukan? Tapi penyair munafik. Mereka mendambakan kebahagiaan padahal mereka membutuhkan jatuhnya perasaan mereka agar menghasilkan bait-bait yang tragis!! Betapa paradoksnya!!”

Wanita: “Lalu setelah kuteguk segelas anggur, aku menari, tarian darwis kurasa bagian dari bentuk perayaan cinta dan kehilangan. Sialan!! Tarian itu bukan tarian dari tubuhku, bukan pula dari anggur. Tapi dari jiwaku yang tersenyum. Tersenyum dengan semua sekat-sekat yang dibuat oleh manusia. Pengotak-kotakan. Yang membuat semakin sulit untuk menghirup keindahan. Lepaskan. Buang sekat itu, keluarkan bukannya sesak, udara kau hirup tak bebas.”

Lelaki: “Dalam tarian darwis, lelaki ranjangnya memperhatikan. Tarian sudah menampakkan keresahan. Memeluk wanita itu. mencium punggungnya lama. Hingga wanita merasa asing dengan dirinya. Semesta sekalipun tak mampu membantunya menguraikan perasaan yang bercampur aduk. Bahkan wanita tak perlu menunjuk batang hidung agar lelaki menyadari tafsirannya: aku bukan lelaki harapanmu. Namun, maukah bercinta sekali lagi?”

 

 

 

Sumber Gambar: Suci Shawmy Febrita
Konten: Suci Shawmy Febrita & Aldiantara Kata