aldiantara.kata

 

Seorang murid yang sejak cukup dini dikenalkan mengenai sejarah pembaharuan pemikiran manusia, yang menekankan untuk menafsirkan ulang gagasan-gagasan normatif yang terkungkung ruang waktu pada masanya. Agar kembali dipahami, lalu berdialog dengan situasi kini yang tentu tak bisa direspon oleh jawaban-jawaban lama.

Saudaraku yang kini harus mengikuti pembelajaran sekolah secara daring. Mengenal Ahmad Khan, dikatakan bahwa kemajuan umat beragama itu kini harus beriring dengan penguasaan pengetahuan dan teknologi modern.

Hal yang cukup membuatku sedih, baik guru atau murid sama-sama tak tergugahnya dengan pengenalan tokoh-tokoh besar seperti itu. Guru menyampai tak memiliki passion, murid enggan menerima. Kini sejak dini sekali sudah menghamba kepada materi. Ide bisnis, menjadi cepat kaya semuda mungkin, menjejali segala keinginan dengan raup untung yang didapat kelak.

Banyak sebagian orang yang mengutuk pandemi ini, semua sektor ikut tiarap, tak terkecuali pendidikan berikut sekolah-sekolah. Orangtua murid muring-muringan desak sekolah selenggarakan pembelajaran secara tatap muka. Justru sedang diuji, apakah sekolah berhasil merogoh rasa penasaran para murid agar belajar mencari sendiri dengan banyak membaca hingga tergugah haus pengetahuannya?

Sementara itu, baru keluar dari masjid, seorang anak menjajakan dagangannya berupa cemilan lima ribuan di pintu masjid. Setelah berjalan keluar, seorang Ibu bersepeda rupanya menunggui anak penjaja tadi. Aku jadi malah teringat dengan anak-anak penjaja cemilan lain pada sebuah warung kopi yang tidak cuma satu hingga tiga, lebih dari itu, menawari cemilan kepada pengunjung cafe secara bergantian, sesekali seorang Ibu pun ikut menawari.

Ada apa?

Apa kelak manusia yang baru lahir harus memiliki daya jual?