Mujair Tua

Kau percaya pada tawa seorang pria yang sibuk menyembuhkan duka?

Tangis yang tersamarkan suara hujan, bisik kata dari bibir memanggilku. Malam pekat tanpa rias hiasan langit. Manusia yang tak lelah produksi cerita, pria yang berlalu disentuh cinta.

Lalu jalan-jalan di kota ini dengan syahdu yang berpola. Lengang lalu lalang sorot lampu oranje jalan. Seorang menatap dari jauh sorot lampunya.

Dinding kota bekas darah dan mayat. Anyir yang menguap.

Bahasa mata penuh tenaga, isyarat hati tak terdengar. Seseorang berlalu tanpa permisi. Kau pura-pura lupa dan temukan dunia lain.

Hangat canda adalah dingin yang terabaikan. Hati manusia tak terbuat dari empat musim yang ganas. Dihajar musim hujan kita hanya bisa terbaring.

Mata tak berkedip harap diperhati. Binatang malam hinggap di kulitmu terluar. Cangkir beradu meja tanda perhati bahasa tak mengerti.

Hidup manusia serupa kolam. Dasar penguasa, ia lupa berkaca diri tak ubahnya sebesar mujair tua. penguasa-penguasa memperbudak dirinya sendiri. Manusia sembunyikan kebengisan, setiap-tiapnya, sejiwa-jiwanya.

Rumah bagi jiwa-jiwa kami. Di mana?

Kehangatan kemanusiaan boleh saudara baca lalui puisi dan sastra. Kapan luangkan waktu?

1 Comment

  1. Maa syaa Allooh… Bagus
    Sekali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *