aldiantara.kata

 

Maka, aku melihat kehidupan adalah hutan penuh pepohonan. Pohon-pohon semakin meninggi ke arah matahari setiap harinya. Dalam jeda waktu tertentu, pohon baru akan tumbuh. Sementara aku adalah pohon baru yang mendongak ke atas, memandangi pohon-pohon tua yang tak terlihat pangkal pucuknya. Apakah mereka barangkali masih bertambah tinggi ataukah telah mati.

Pohon baru sepertiku barangkali merasa rendah diri melihat pohon-pohon tua dengan sedemikian akbar. Apakah aku mampu tumbuh sebesar itu?

Aku miliki cermin diri yang kupandangi batang tubuh yang tak kunjung menebal. Sementara pohon-pohon tua yang menjulang tlah hasilkan buah dan bermanfaat bagi semesta.

Kalaulah aku, pohon baru, sudah congkak hasilkan buah, maka buahnya tiada bukan hanyalah buah iri dan sambat yang mungkin beracun.

Penyakit pohon-pohon baru serupa. Iri dengan sesamanya tak tumbuh pada senti yang sama. Sempat mengira dan saling melempar tuduh, apakah salah tanah atau takdir yang nampak tak adil.

Semua berdaun, semua berayun, dihembus angin.

Kuasa alam jadikan masing-masing pertumbuhan sedemikian berbeda untuk keharmonisan yang estetik. Bagaimana rupa keseragaman yang melahirkan kejemuan.

Saat ini posisimu berada di bawah sinar mentari yang cukup, hingga kau bisa tumbuh dengan baik dan sedikit lebih cepat. Sementara dia terhalang pohon tua hingga tak cukup dapat asupan sinar matahari lalu tumbuh lebih lamban. Suatu saat, pada gilirannya penghalang itu, yang menjelma sebagai daun-daun, atau ranting-ranting, akan gugur, membuka cahaya yang terang, memberi ruang untuk tumbuh, pada gilirannya.

Kalaulah aku adalah pohon yang tak tumbuh tinggi, aku cukup bahagia bila menjadi tempat bersandar teduh bagi sepasang kekasih, mendengar tawa manusia dalam kehangatan, serta tangis pedih yang kunjung sembuh meminta restu semesta.