aldiantara.kata
“…Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” Al-Qur’an [58] ayat 11
Tuhan, meninggikan derajat orang yang berilmu, barangkali sama pentingnya ilmu pengetahuan berikut visi seorang berilmu dalam memajukan masyarakat.
Aku mendapat suntikan semangat baru, bahwa tafsir niat, kepekaan terhadap sosial menjadi basis awal. Kelak ilmu-ilmu yang dimaksud bukan saja ilmu yang dienyam lewat bangku sekolah, melainkan pada ilmu hidup, pengalaman hidup orang lain.
Aku merasa ayat ini hidup pada konteks yang baru. Visi progresif seorang da’i pabrik, aktivis, yang memiliki kepekaan terhadap sosialnya. Beliau seorang aktivis masjid, miliki andil dalam pembangunan masjid di pabriknya yang semula tidak pernah ada. Modal awal pembangunan ternyata bukan uang, tetapi visi progresif. Namun sebagian orang tersesat mencari modal setengah mati. Kemanusiaan dibiarkan mati suri. Meskipun pada akhirnya antara visi dan modal keduanya sangat penting.
Beruntung sekali daku, mengenal orang-orang ‘terlupakan’. Beliau turut andil dalam pembangunan masjid sebuah perusahaan (PT), karyawannya tidak kurang dari lima ribu. Dari sejumlah banyak itu seorang ini berdenyut dengan kuat.
Namun di samping visi progresif, derajat orang berilmu akan diangkat Tuhan, tentunya dengan berbekal spiritualitas tinggi. Allah Maha Melihat, Allah Maha Tinggi, Allah Maha Kaya.
Aku selalu kagum dengan orang-orang kecil yang menggerakkan hal-hal besar. Secara akal tak masuk. Nyatanya seorang ini tetap rendah hati, sederhana, aku bisa menemuinya pada sebuah surau kecil di Gang Kopi, berada di pojokan surau.
Selepas isya seorang Bapak aktivis berusia enam puluhan ini bercerita memberikan motivasi sederhana kepadaku, di mana pun seorang berada, bukan tiada maksud. Diri harus berpikir dan mencari peran kepada khalayak: berbuat baik. Sekecil apapun.
Pada sebuah pabrik tempat beliau bekerja belum dibangun sebuah masjid. Beliau terpanggil untuk melakukan lobi kepada atasan, mendesak agar segera dibangun tempat ibadah.
Seorang atasan yang berpengaruh belum yakin sebab belum pernah melihat karyawannya yang shalat. Bapak aktivis ini lalu meluangkan waktu disela pekerjaannya untuk berkeliling pada jam istirahat siang melihat karyawan-karyawan lain yang sedang melaksanakan shalat. Ia semakin terenyuh melihat diantara karyawan ada yang shalat dengan beralas kardus.
Kemudian Bapak aktivis ini menggalang kekuatan, membuktikan kepada atasan berpengaruh bahwa di antara sekian banyak karyawannya, memang mendesak membutuhkan sebuah tempat ibadah, terlebih pada hari Jum’at mesti mencari masjid di luar pabrik yang memakan waktu cukup lama, juga sedikit-banyak memakan jam kerja produksi.
Perjalanan yang tidak mudah dari lobi, survei lokasi pembangunan masjid hingga akhirnya diselenggarakannya pembangunan. Dalam jeda ceritanya aktivis ini mengutip al-Qur’an surat 58 ayat sebelas, mengenai keutamaan orang yang berilmu, akan diangkat derajatnya oleh Tuhan. Dalam perenunganku, anugerah derajat untuk orang-orang berilmu, harganya tidak murah, tidak cukup ilmu an sich, melainkan keresahan terhadap sekitar yang membawa jiwanya tergerak untuk merancang suatu pergerakan sosial yang baik.
Aku teringat diantarakata beliau, “Saya ini seorang karyawan, namun juga seorang aktivis dakwah. Saya berpikir apakah peran yang diberikan oleh Allah kepada saya di sini. Ini yang kemudian saya cari.”
“Lantas, Pernah ngga kamu bertanya kenapa kamu tiba-tiba harus jauh-jauh kuliah di Yogyakarta? Tuhan pasti punya sebuah maksud. Kamu mesti cari.” Lanjut beliau melempar tanya.
Beliau sadar bahwa kemampuan orang tentu berbeda-beda. Suatu hal yang menjadi fokus utamanya adalah mengenali peran kekuatan dirinya sendiri.
Ah, andai setiap ayat menemukan konteks yang segar. Berdialog dengan masa kini. Menemukan maknanya yang baru.
Paulo Coelho dalam Manuscrito Encontrado em Accra, mengatakan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang bisa membantu kita dalam menjalani hidup dan menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Pengetahuan bukanlah apa yang kita pelajari dari buku-buku, yang hanya memicu debat-debat mubazir tentang hal yang telah atau akan terjadi; pengetahuan tinggal di dalam hati manusia, laki-laki dan perempuan, yang beriktikad baik.
Aku merenung dan berdoa, Bapak aktivis yang Allah pertemukan denganku seakan menjadi cerminan sebagai salah satu orang berilmu, yang memiliki ilmu, yang resah dengan keadaan sekitarnya, sehingga semoga diangkat derajat oleh-Nya. Penafsiran ayat-ayat suci tidak akan pernah selesai hingga akhir zaman, akan selalu dinamis dan indah, sebagaimana kehidupan manusia selalu membawa kejutan: masalah-masalah baru, penafsiran-penafsiran baru.
Tinggalkan Balasan