aldiantara.kata
Reda-reda musim penghujan adalah gerimis
Dingin-dingin musim kemarau adalah udara yang tetap panas
Panas dingin kerinduan adalah kemarau yang merindukan musim penghujan
Anak-anak yang bermain di lapangan diludahi hujan. Bermain sesekali menyeka basah wajah, gatal mata, serta asin keringat sendiri hampiri tepi lidahnya.
Aku rindu, melihatmu yang menyandarkan kepala, kepada daun jendela. Bola mata yang berwarna cokelat, abaikan aku pemerhati jalan tatapanmu, yang sepi.
Aku masih mencari sunyi. Dengarkan teman yang bercerita perihal yang lain, yang memutar ulang lagu-lagu menjelang tidur. Atau rokok yang masih tersisa setengah.
Temanku, Ombo, bercerita bahwa kehidupan adalah belantara yang tak bisa diterka titik akhirnya. Pria paruh baya, tiba-tiba menceritakan kesendiriannya setelah berpisah dari istri dan anak semata wayang. Seakan memulai lagi kehidupan dari awal. Kembali kepada orang tua, yang menerima anak tanpa syarat. Cerita-ceritanya membuat temanku merasakan kenikmatan rokok seakan saat pertama kali.
I’ve said it too many times and I still stand firm
You get what you put in and people get what they deserve.
Still I ain’t seen mine, no I ain’t seen mine
I’ve been givin’, just ain’t been gettin’
Kid Rock, Only God Knows Why.
Lagu-lagu musim penghujan. Lagu-lagu yang seseorang putar menjelang malam. Dalam reda atau derasnya naung musim penghujan. Titik terang cerita tersimpan. Abadikan sebuah fragmen melalui kata-kata. Kesan mengena yang berbeda dibalik setiap lagu.
Apakah berarti seorang pluviophile? Istilah bagi pecinta hujan. Bisa ya dan tidak. Namun petrikor selalu menjadi petanda tergesa. Agar mencari tempat bernaung. Menemukan lawan bicara atau melanjutkan aktivitas. Atau pikiran yang tak henti dibersamai masa lalu.
Wiper mobil menyeka kaca. Antri kendaraan. Mengganti lagu yang tepat. Turut bernyanyi menebalkan lirik-lirik populer. Atau melodi lagu yang ditunggu-tunggu. Eargasm. Menikmati lagu. Dengan sangat. Ada cerita antara kamu, lagu dan musim penghujan? Boleh aku turut mendengarkan?
Televisi masih menyiarkan berita-berita. Kau tahu bahwa mendengarkan musik adalah kebebasan yang patut disyukuri. Meskipun lagu-lagu musim penghujan tidaklah mesti lagu-lagu populer yang bisa didengar lalui media streaming. Ia juga berarti puisi-puisi yang seorang gubah sebagai upaya mengabadikan waktu.
Taliban membunuh dua tamu pernikahan yang kedapatan mendengarkan musik bulan Oktober lalu. Lagu penyampai pesan dengan indah nan teduh harus berhadap senjata pembunuh.
Bersyukur di negeri ini aku masih dengan bebas dengarkan lagu.
“Sungguh bicara denganmu tentang segala hal yang bukan tentang kita. Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja… Malam jangan berlalu. Jangan datang dulu terang. Telah lama kutunggu. Kuingin berdua denganmu.”
Payung Teduh, Mari Bercerita.
Yakin tetap tidak mau bercerita? Mengenai kapan terakhir menikmati sebuah lagu. Pesan-pesan terselubung yang membawamu kepada suatu waktu. Ada kalimat yang belum selesai. Diksi yang belum mengena kepada maksud. Outline lisan maupun tulisan yang belum rapi tersusun. Tentang ia yang bersemayam pada permadani ingatan. Nyaman dan tak tersentuh.
Tanyakan kepada gugup bagaimana bertanya melalui mata. Mencuri pandang. Momen yang kerap terlewatkan. Terlalu cepat ucapkan pamit.
Lizzy McAlpine malah sudah duduk di atas meja. Setelah mengetahui aku telah lama menatap jendela menatap langit yang melulu mendung. Ia membantuku berkata, melalui nada pada Pancakes for Dinner.
“And what was that song about?
I’ll try to hide the way i feel.
But i’ll just wanna shout.
What do i have to lose right now?
I Wanna eat pancakes for dinner.
I wanna get stuck in your head.
I wanna watch a TV show together
And when we’re under the wheather we can watch it in bed.
I wanna go out on the weekends.
I wanna dress up just to get undressed.
I think that I should tell you this.
In case there is an accident.
And I never see you again.
So please save all your questions for the end.
And maybe I’ll be brave enough by then”.
Tidak ada ‘pada akhirnya’ pada tulisan ini. Perjalanan baru sebatas tanya kepada koma, belum sampai kepada titik. Barangkali menyembunyikan rasa adalah kepengecutan untuk tidak memilih. Untuk tidak memutuskan.
Kepada, nya, yang membuatku mengejar hingga membutuhkan jeda waktu. Atau, nya, yang zahir menyayangiku, mencemburui.
Kepada, nya, yang mulai mencintai sedari waktu yang menunggu ‘halal’. Atau, nya, yang menemaniku dalam lelah.
Tinggalkan Balasan