aldiantara.kata

Kapan terakhir engkau berjalan menuju suatu tempat menyusuri jalan yang berbeda? Rumah-rumah yang tampak baru akan kau temui, perasaan asing, samar-samar, menerka-nerka arah angin, hingga kembali berjalan putar arah atau justru menemukan jalan baru.

Tanah-tanah dengan banderol tinggi. Kavling-kavling rumah, angsuran-angsuran penuh intrik, bumi hunian dengan ragam tawaran. Peduli amat kawasan hijau!

Di antara jajar rumah, dengan lampu beranda yang terus menerangi siang. Rerumput yang telah meninggi. Kolam-kolam kering yang telah disinggahi gugur dedaun yang basah sisa hujan tadi sore. Senyatanya, kavling rumah harus segera terjual, terserah pemiliknya menjadikannya rumah keempat atau kelima. Toh si tuna wisma masih menyusur alir sungai serta mengukur atap langit yang tak perlu ia ganti di usia yang memasuki separuh abad.

Seorang masih mencari rumah untuk tinggal, rumah tempat menetap banyak kosong tak berpenghuni. Apa engkau hendak menetap pada rumah yang dingin dan sudah lama tak ditinggali. Sementara pada hatinya, sudah terbangun kavling-kavling rumah yang siap dijual pada yang lain. Apakah jangan-jangan rumah kini sudah milik pengembara yang asik melihat orang-orang sibuk berlalu lalang, terjebak pada alegori manusia gua Plato, atau pada traffic light dengan jalur berputar, lalu bermuara pada titik yang sama. Tak menemukan jalan yang baru, selain kejemuan-kejemuan.

Standar-standar harga rumah dengan banderol tak masuk akal, pencapaian-pencapaian yang melulu melihat sosok popular, yang masyhur di perkotaan, serta banyak viral di media sosial. Jangan-jangan saat senja tiba, mereka seperti kebingungan menentukan arah pulang, macet menunggu giliran standar terpenuhi, menjadi rumah idaman, lalu sosok popular tersebut menepi dan berdoa agar saja menjadi pengembara… yang punya channel YouTube, dan popular, mengaku punya rumah, dan mengaku sebagai rumahnya itu sendiri.