Jalan Setapak Menuju Mata Air

aldiantara.kata

Kerendahan Hati

– Taufik Ismail

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput, tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil
Tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air
Tidaklah semua orang menjadi kapten tentu harus ada awak kapalnya
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya dirimu
Jadilah saja dirimu
sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

Latar sebab mengutip puisi kerendahan hati karya Taufik Ismail di atas sederhana. Aku merindukan adik kecilku di kampung halaman. Aku meminta foto. Namun Ibuku mengirimkan video tugas sekolah adik untuk membacakan sebuah puisi.

Entah intuisi seperti apa yang mendorong Taufik Ismail untuk tergerak menulis puisi indah itu. Tanpa perlu membacanya berulang-ulang, puisi tersebut sederhana namun memiliki makna yang dalam.

Garis-garis takdir memang seperti halnya celah jalan air yang bercabang. Kepada muara yang satu, manusia memiliki peran dan jalan yang berbeda, namun tetap sebaiknya memberi manfaat kepada sesama.

Membaca puisi kerendahan hati karya Taufik Ismail berulang-ulang dapat juga sebagai obat bagi batin. Kerasnya persaingan dalam hidup, seringkali membuat manusia jengah. Hal yang menurutku sebuah nasib malang adalah seorang yang menginginkan kepada nasib ‘baik’ orang lain, tanpa dibekali pengenalan terhadap potensi diri sendiri. Keadaan itu kerap membuat lupa setiap-tiap diri sejatinya membawa peran yang unik bagi kehidupan.

Sayangnya, ada sebagian orang tak berhenti beraktivitas agar tidak punya waktu untuk dirinya sendiri. Ia takut memulainya dari awal, merintis jalan sunyi yang terlanjur ditumbuhi rumput liar yang meninggi.

Puisi sebagai mantra, menjadi kabar baik bila menjadi bahan bacaan bagi siswa-siswa di sekolah. Lihatlah puisi itu ditulis oleh adikku dengan tulisan tangan, kemudian dibacanya beberapa kali hingga akhirnya ia bacakan sebagai tugas sekolah.

Puisi kerendahan hati karya Taufik Ismail juga menunjukkan bahwa berbicara puisi berarti berbicara lika-liku hidup. Ia tidak sesempit berbicara tentang patah hati, menyek-menyek atau soal ‘cinta’ yang bikin geli membacanya. Puisi bisa juga menjelma sebagai teman pribadi dan rahasia.

Jadilah saja dirimu
sebaik-baiknya dari dirimu sendiri.

2 Comments

  1. Nunungsusilawati

    23 Februari 2022 at 12:58 am

    Maa syaa Allooh Tabaarokalloohu.
    ♥️♥️♥️😍

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *