Oleh: Hilmy Dzulfadli

 

Tiba pengelana tua mengetuk
Wajahnya kusut terbalut
Tajamnya malam, bersamanya hinggap
Sebuah masa, orang tak lagi ingat
Itu banjir darah, bibirnya

Merah terlontar sumpah serapah
Saat kukecup mesra
Basah, merekah
Ah…

Sorot matanya terkokang
Senjata, nyanyian parade tawa luka
Keras tangannya merengkuhku
Layaknya tembok penjara, ditopang
Campuran peluh, jarinya

Menyibak untaian rambutku pelan
Namun terasa, guratan keras menyembul
Hasil terpaan kekuasaan

Kuajak kakinya melangkah ke lorong
Berselimut duka, diterangi lampu redup
Beberapa saja
Menyala riuh rendah, tubuhnya

Terlentang meregang
Pagar sekitarnya adalah nisan
Tak bernama, lapuk
Dimakan tangis yang hilang
Suaranya, saat

Kukecup bibir merahnya
Lagi, tersiar kabar aneh
Orang orang berang, kala
Kami meradang

 

2015