aldiantara.kata

Jelaslah, perjalanan menuju kampung halaman, kita bisa melihat pohon kelapa lagi, dari jendela kereta. Anak-anak kecil yang mewarnai gambar. Bahasa-bahasa asing bersahut sapa riang menghubungi kawan. Setelah sekian lama mendekam pada penjara-penjara pribadi. Keluarlah hingar keramaian. Sepi yang sesungguhnya.

Ah, jalanan semalam yang biasanya lengang. Kini berani ramai, jajakan banyak jajanan. Patroli-patroli yang purna tugasnya. Jarak-jarak terpangkas memungkas takut. Kini kita bisa lebih dekat, lebih mesra. Tidak apa-apa untuk terdiam menunggu larut. Biar kopi tak terburu kita menghabisi. Semut-semut pun sepertinya rindu mengerubungi makanan kita. Atau suara jangkrik mewarnai malam. Kini kita bisa merencanakan untuk bertemu? Tanpa rasa takut?

Rasanya aku hendak menaburi bunga kepada segala penjuru. Pada alir sungai, pada kursi taman yang lama lengang. Sekian lama berdebu, kini akan banyak khalayak yang akan singgah. Dengan daun-daun gugur yang telah lebih dulu memberi sapa kepada sepi. Matur suksma. Pandemi telah menciptakan banyak rindu dan harapan. Sebanding dengan kehilangannya.

Masih adakah tempat berpulang? Atau ia menjadi sesaji waktu yang harus dibayar. Hilir mudik. Sanak keluarga. Menahun terpisah jarak. Lupa cara menyapa. Segan untuk memulai kembali. Ada yang diam-diam rindu. Namun kembali memutar stream video lucu, ketimbang menulis surat dengan bubuh tanda tangan. Dunia kini banyak cara pengalihan. Menghilangkan sikap berani menghadapi. Bersembunyi dibalik akun-akun anonim. Mengamini quote-quote bertebaran.

Angsa-angsa di atas danau. Beburung berkoloni penguasa udara. Sepertinya pandemi telah berakhir. Jalan lebar terbuka. Saatnya berbagi keuntungan? Di tengah duka yang telah kita sepakati. Di tengah duka yang kita rayakan.