- ‘Cinta lebih utama daripada kebaikan yang tak mengandung cinta; karena air mata cinta lahir dari kedalaman jiwa seperti makhluk bernyawa.’
- ‘Harta yang yang jika tidak digunakan untuk kepentingan dan atas nama roh, akan lebih mengerikan daripada segala petaka dunia.’
- ‘Apa yang dapat diperbuat untuk mereka yang sekarat? Penderitaan kita takkan melenyapkan kelaparan mereka. Dan air mata kita takkan memusnahkan kehausan mereka; Apa yang dapat kita perbuat untuk menyelamatkan mereka. Dari tengah-tengah cakar-cakar besi kelaparan? Saudaraku, kebaikan hati yang mendorongmu. Untuk memberikan sebagian dari hidupmu. Kepada sedikit manusia yang tengah berada dalam bayang-bayang kehilangan hidupnya. Hanyalah kebajikan yang menciptakan bagimu cahaya siang dan kedamaian malam yang pantas. Ingatlah saudaraku, uang yang kau berikan ke dalam tangan lemah. Yang menadah ke arahmu. Hanyalah rantai emas yang mengikat hatimu yang kaya. Dari hati Tuhan yang penuh cinta.’
- ‘Orang-orang yang berduka akan menganggap ratapan sebagai kesenangan seorang pecinta yang menemukan hiburan di dalam gairah jiwanya, sementara orang yang tertindas merasa lega berada dalam doanya.’
- ‘Semua itu (harta kekayaan) sama sekali tidak berarti dibanding sekilas waktu berada dalam cinta sejati yang tak memiliki kekayaan apapun, tapi tetap agung’
- ‘Aku telah menyaksikan sendiri bagaimana kereta kuda milik suamiku, ditambah harta kekayaannya ruah di gudang harta, sama sekali tidak sebanding dengan kedip mata pemuda miskin yang telah ditakdirkan diciptakan untukku dan untuknya aku diciptakan. Ia begitu sabar menanti dalam duka serta menahan diri dalam perpisahan yang mencabik-cabik.’
- ‘Apa yang kalian cari, kaum sebangsaku? Apa yang kalian minta. Dari kehidupan yang tiada lagi. Menganggapmu putra pertiwi?’
- ‘Ilmu itu cahaya yang memperkaya. Siapapun boleh mencarinya. Tapi kalian, kaum sebangsaku. Mencari kegelapan dan menghindari cahaya. Menunggu air terbit dari batu. Dan kesengsaraan bangsamu. Adalah kejahatanmu. Tak kuampuni kalian dari dosa-dosamu. Sebab kalian menyadari apa yang dijalani.’
- ‘Kemanusiaan adalah sungai cemerlang. Yang bersenandung dalam tamasya riang. Membawa rahasia gunung tua. yang dialirkan ke dalam jantung samudra. Tapi kalian, kaum sebangsaku. Bagaikan genangan rawa-rawa. Yang dicemari hama. Dan ular berbisa.’
- ‘Sengsaralah kamu, musuh-musuh Yesus, yang menggerakkan bibirmu dengan doa-doa sementara hatimu ditumpuki nafsu birahi.’
- ‘Mereka memenjarakan badannya, tapi jiwanya berlayar bebas bersama angin semilir di antara bukit-bukit kecil dan padang rumput.’
- ‘Penyiksaan tak bisa melukai orang-orang yang tegak berdiri bersama kebenaran. Bukankah Socrates dengan bangga mengorbankan dirinya? Bukankah Santo Paulus dilempari batu demi menyelematkan kebenaran?’
- ‘Oh Yesus, mereka telah membangun gereja-gereja ini demi diri mereka sendiri dan menghiasinya dengan sutra bercampur emas. Mereka membiarkan makhluk-makhluk-Mu yang terpilih miskin dan dingin. Mereka memenuhi angkasa dengan asap kandil yang menyala dan kemenyan, tapi membiarkan makhluk-makhluk-makhluk-Mu yang beriman tanpa roti. Mereka yang mengalunkan suaranya dengan lagu-lagu pujian, tapi menulikan diri pada tangisan dan rintihan janda-janda dan anak-anak yatim.’
- ‘Adakah kedamaian? Adakah dia dalam mata bayi-bayi yang menyusu pada buah dada kering ibu-ibu mereka yang lapar di gubuk-gubuk dingin? Atau apakah dia dalam pondok-pondok kumuh kelaparan yang tidur di atas ranjang keras dan membutuhkan sepotong makanan yang oleh para pendeta dan biarawan diberikan kepada babi-babi gemuk mereka?’
- ‘Bagi kami hidup ini hanyalah sebuah sel gelap perbudakan’
- ‘Kalian begitu banyak dan aku hanya sendirian, maka bicaralah tentangku semau kalian. Biarpun serigala-serigala memangsa anak-anak domba dalam gelap malam, noda-noda darah akan tetap tinggal di atas bebatuan lembah hingga fajar menyingsing dan sang surya bersinar kembali.’
- ‘Gunung-gunung serupa elang kesepian dan melewatkan malam-malam pengembaraan di gurun-gurun pasir bagai singa yang gelisah. Maukah kau memedulikan seseorang yang memandang cinta hanya seperti seorang penghibur dan menolak menerimanya sebagai majikannya?’
- ‘Akankah kau menerima sebuah hati yang mencintai, namun tak pernah memberi? Yang membakar, namun tak pernah meleleh? Akankah kau merasa senang dengan jiwa yang menggigil di hadapan badai, namun tak pernah menyerah? Akankah menerima seseorang sebagai sahabat yang tak menciptakan budak-budak? Akankah kau memiliki diriku tapi bukan mempunyaiku dengan mengambil tubuhku dan bukan hatiku?’
- ‘Bangsaku mati karena kelaparan. Dan dia tidak binasa karena penderitaan kelaparan dibunuh dengan kiluan pedang. Dan aku di negeri yang jauh. Mengembara di tengah-tengah bangsa yang bergembira. Dan tidur di atas ranjang-ranjang lembut. Tersenyum pada hari-hari tersenyum padanya.’
- ‘Bangsaku mati kesakitan dalam kematian yang memalukan. Di sini aku hidup makmur dan damai. Inilah tragedi mendalam yang selalu bermain-main di atas panggung hatiku yang pedih. Sedikit orang yang mau menyaksikan drama ini. Karena bangsaku serupa burung-burung dengan sayap-sayap patah. Yang ditinggalkan oleh kawan-kawannya.’
- ‘Jika aku lapar dan hidup di tengah bangsaku yang sangat lapar. Tersiksa di tengah bangsa yang tertindas. Dibebani hari-hari kelam yang akan lebih bercahaya di atas mimpi-mimpi resahku. Dan kegelapan malam yang berkurang gelapnya di hadapan mataku. Dan ratapan hati dan jiwa yang luka. Karena dia yang menanggung dukacita dan penderitaan bersama kaum sebangsanya. Akan merasakan kesenangan tertinggi. Yang hanya diciptakan oleh penderitaan dalam berkorban.’
- ‘Tapi aku tidak hidup kelaparan dan menganiaya orang-orang. Yang berjalan dalam arak-arakan kematian menuju kesyahidan. Aku disini di seberang lautan luas. Hidup dalam bayang-bayang kesentosaan yang nyaman dan dalam matahari kedamaian. Aku jauh dari arena yang menyedihkan dan menderita. Tak bisa membanggakan sesuatu, karena bukan dari air mataku sendiri.’
- ‘Apa yang bisa dibuat seorang putra terbuang untuk bangsa yang tengah mati kelaparan. Dan apakah maknanya bagi mereka yang meratapi seorang penyair yang telah tiada?’
- ‘Aku telah berkata, ‘Mati demi kemerdekaan lebih mulia daripada hidup lemah. Karena dia yang memeluk kematian dengan pedang kebenaran dalam genggaman tangannya. Akan mengabdi bersama keabadian kebenaran. Karena kehidupan lebih lemah dari pada kematian. Dan kematian lebih lemah daripada kebenaran.’
- ‘Betapa menyakitkan kata-kata nasihat dari yang beruntung untuk hati yang sengsara! Dan betapa kesahajaan adalah kekuatan manakala ia berdiri sebagai penasihat di antara yang lemah!’
- ‘Inilah saatnya ketika orang-orang berlaku ramah kepada orang lain. Yang kaya mengingat si miskin dan yang kuat merasa kasihan kepada yang lemah.’
- ‘Manusia telah menyembah diri sendiri sejak permulaan, menyebut dirinya dengan gelar terhormat, hingga sekarang. Apabila ia menggunakan kata Tuhan berarti sama dengan dirinya.’
- ‘Tiada pidana yang lebih berat daripada yang dijalani oleh seorang wanita yang mendapati dirinya terperangkap antara seorang pria yang dicintainya dan seorang pria lain yang mencintainya.’
Tinggalkan Balasan