Ada pada jalan yang lengang, rindu itu. Ada dalam bayang ingatan, wajah itu. Ada dalam kefanaan, pertemuan itu. Gemerlap kota yang disaksikannya waktu malam. Lampu-lampu, serta cemas, yang kupandang melalui pantul cermin kecil ke arahmu, sementara waktu, ada, menitip jejak-jejak kaki, sebelum ia kian tak terjangkau, oleh suara-suara yang resah. Lalu muncul tanya, keterbatasan kata-kata, bisakah langsung saja kita terbuka.
Ada, pada rintik-rintik hujan itu, yang lama tak turun kehadirannya. Tiba waktu petang. Ada derit kereta yang melaju tanpa ampun menurunkan palang. Pernah membawamu pulang, pernah membawaku datang. Ada, kau saksikan semua itu ada, meski hanya bayang-bayang. Apakah bayang, yang merupakan ketiadaan itu, satu-satunya ada, yang disebut keabadian?
Perjalanan waktu, yang tiba sebagai skrinsut-skrinsut kecil, kian menggema sebab seseorang yang senang merawat ingatannya.
Tinggalkan Balasan