aldiantara.kata

 

“Mau bagaimana pun, soal perjuangan kemanusiaan, bela bumi, perdamaian dunia, saya sebagai warga negara akan membantu bersinergi…”

cekikikikikikikikikik. Gelay. Tak percaya.

Orang-orang melihat baju dan kulit. Tak amini diantarakata yang diucapkan.

“Saya bermaksud untuk membahas soal pengembalian kedaulatan rakyat. Lagi-lagi saya yang diberi mandat.”

cekikikikikikikikikik.

Khalayak harus lupa siapa orang ini, dengarkan saja.

“Apa anda masih sebagai letnan jenderal? Kok sekarang tak pakai atribut?” Host bertanya.

“Lho…saya pangkatnya naik, sekarang sudah menjadi jenderal. Sudah bebas gunakan atribut atau tidak.”

cekikikikikikikikikik.

Host terlihat geleng-geleng, barangkali tertipu dengan apa yang terlihat mata telanjang, rupanya ia tidak siap dengan qaul ajaib setelahnya yang semakin jitu, tajam, dan mistis.

“…saya berani berteriak, bahwa hukum, undang-undang di negeri ini harus ditinjau kembali, harusnya dewan bergerak meninjau kembali tentang hukum yang ada, karena belum mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Aku mau untuk ikut andil di sana!

Bagaimana mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Supaya punya adab bangsa ini, yang lebih bagus. Persoalan-persoalan banyak sekali. Bagaimana cara membentuk jati diri bangsa, bangsa yang besar, harusnya bisa memimpin dunia. Karena aset yang ada apapun, bukan aset bayangan, bisa saja saya buka, kok, semua itu. Dan… femerintah kan ngga harus bayar saya, saya cuma karna punya nasionaliti ini sekarang melakukan penyampaian ini.”

cekikikikikikikikikik… Seseorang tersedak sedang minum. Ada benarnya juga. Ia gunakan diksi “aku”, bukan “gue” atau “saya”.

Terbang! Pisau menjadi lembut. Kaki tak menapak tanah. orang-orang sejawat menilai perkataannya lebih mulia dibanding seseorang lain yang menilai suaranya manifestasi suara tuhan.

Mejik. Mejik. Kata-kata ajaib. Sudah, sudah, hentikan tulisan ini. Bila disampai secara serius, akan semakin banyak orang nyinyir, timbulkan pro-kontra. Lihat dan dengar bagaimana penonton terhibur dengan kritik sosial Dzi Aimvayeur. Inilah sesungguh-sungguhnya seni! Kala mengritik tak lagi menyinggung. Lagipula, tidak mudah menghapal seluruh skrip njelimet wawancara selama hampir sejam. Inikah pencapaian tertinggi komedi?

“Satu lagi, satu lagi.”

“Bagaimana soal babi ngepet?” Host bertanya.

“Kok jadi satu hal yang berlebihan, ya? Jangankan satu ekor babi, satu semut pun tak boleh dibunuh. Makhluk babi itu milik Tuhan. Kalau ngga dimanfaatkan, terus dibunuh lalu dikubur? Kemudian salahnya, apa? Mungkin ia sedang lewat karena kesasar karena hutannya sudah…dipotongin, akhirnya nyasar ke sana (pemukiman manusia), kan bisa terjadi hal-hal seperti itu.”

Sang host belum juga sempat merespon jawaban, sekonyong-konyong seorang remaja masuk, nampak berwajah mirip dengan narasumber kali ini. Tak ada yang tahu apakah ia termasuk salah seorang pendukung MU yang demonstrasi menerobos masuk stadion menjelang laga MU vs Liverpool yang akhirnya ditunda.

“Pak, ayo pulang. Orang-orang tak akan mendengar.”

cekikikikikikikikikik. Tangisan.