aldiantara.kata
Di mana penamu. Itu dicari kala ide datang menghadang. Agar tak lekas menguap. Tentukan outline-outline yang terbayang sekelibat. Rencana yang sebagai bayang muncul menjadi petunjuk arah. Di mana penamu. Tak ada waktu berkunjung pada rumah rencana. Rencana marah hingga ia pandai berkelit. Rencana-rencana menjadi pemukiman yang kosong. Saling menunjuk, saling meninju.
Di mana penamu. Apa ia muncul sebagai luap panggilan jiwa. Upaya abadikan waktu. Makna kata yang tenggelam. Tersampai setelah lama berada pada palung kedalaman. Kata-kata memerlukan waktu untuk mengurai jubahnya. Kata-kata menggandeng waktu yang tepat untuk diterima pendengarnya. Itu sebab seorang tak cukup mendengar kata-kata hanya sekali. Kata-kata menyihir para pecinta yang sedang mabuk. Hingga menyerpih pada inti jantung tanpa mengenal rasa ampun. Endap mendendam. Ada yang kata-katanya tetap terjaga, atau menghindar dari rasa sakit.
Di mana penamu. Rencana-rencana berfigurakan outline-outline tulisan yang buram. Kau tak tahu lagi konteksnya. Temali yang tak kunjung ditemukan pangkalnya. Tak tahu harus berawal dari mana.
Di mana penamu. Menulis melalui pikiran kini seperti mengukir di atas air. Tapaknya hanyut di bawa aliran yang bermuara kepada tanya. Dedaun yang menari bermain hujan. Pintu rumah yang belum sempat ditutup. Buku-buku berserak di atas meja, lampu padam, memaksa mendengar suara rintik membisik gelisahnya. Gadis yang hanya memperlihatkan punggungnya, lalu menoleh ke kiri, mencari tangan yang biasa ia genggam. Kau menjadikan senja itu sebagai outline yang akan kau abadikan melalui tulisan. Namun, di mana penamu?
Di mana penamu. Mulai mencari dibawah cangkir yang membentuk lingkaran sesaat gelas panas terangkat. Kau memilih untuk menyeruputnya sesaat, ketimbang memperhatikan basah kopi yang membentuk lingkaran di atas piring kecil cangkir. Manis, bukan.
Di mana penamu. Tergerak untuk menulis sebuah tulisan?
Sudah terlalu lama pena mengering tintanya. Ia tak berayun, terbujur kaku di samping kaki meja menghadap timur laut. Pena yang membentuk aksara, tersulap menjadi alinea. Menggagas ide anyar yang dirasa belum pernah dilakukan sebelumnya. Seperti, adakah yang menjilat sisa kopi di atas piring kecil yang membentuk lingkaran. Adakah yang benar-benar baru di bawah matahari.
Di mana penamu. Sekali pun adalah jemari yang mencari topik tren pada twitter. Atau menepi di Jalan Solo untuk menuliskan diantarakata baju yang bercerita, “Hidup kadang tidak memberikan apa yang kau mau, bukan berarti kau tidak layak mendapatkannya, melainkan lantaran kau layak mendapat lebih banyak.” Atau slogan, “Utamakan Bahasa Indonesia”
Di mana penamu. Apa yang berpendar pada alam pikiran.
Tinggalkan Balasan