“Mie goreng atau mie rebus?”

“Soto atau mie ayam?”

“Kopi atau teh?”

“Kalau buka YouTube, channel apa yang pertama dicari?”

“Warna favorit?”

“Film terbaik versimu yang sudah kau saksikan lebih dari lima kali?”

“Lagu terakhir yang kau dengar di playlist?”

Apakah ada sebuah percakapan yang tidak dimulai dari pertanyaan. Awal bulan September pagi. Dengan ajaib malam gerimis tak hasilkan bunyi rintiknya. Aku menatap manusia lebih lama dari biasanya. Tak sekelibat lalu berpaling menuju perhatian lain.

Dalam.

Manusia butuh diperhatikan.

Obrolan yang kukenang malam ini adalah obrolan sunyi. Seperti aku yang sungkan bertanya kepadamu, kau menahan suaramu yang kau gantungkan pada dahan pohon randu.

Di atas roda, kendaraan kulaju dengan lamban. Setelah kita bersenang di gunung dan laut, seakan enggan mengucapkan selamat tinggal. Sayonara tawa yang membuat kepala pening. Tukang parkir rese yang menyemprit pelanggan kedai kopi dengan tegas. Jalanan rusak yang membuat tubuh kita terguncang melewatinya.

Tersisa siluet jiwa yang tak bisa diabadikan oleh smartphone.

Puisi baitnya belum tersusun. Bagaimana bila bait-baitnya adalah bayang wajahmu yang membekas di ingatan. Bagaimana bisa aku berkata-kata lalu tuliskan.

Akhirnya, yang membekas di ingatan itu, seorang yang disebut kekasih terkasih, yang selama ini menjadi puisi, dan indah surya terbit dan tenggelam: ialah kesedihan dan keputus-asaan yang tinggal menunggu waktu sampai ajalnya. Kenyataannya aku tidak pernah memiliki apa-apa, pun siapa-siapa.

Seorang lelaki mengajak kekasihnya untuk pergi ke suatu kedai minuman, menunda kepulangan kekasihnya menuju peraduannya. Berpamitan di bawah pohon besar. Di sebelahnya terdapat seorang Ibu berbaring di samping dinding kampus. Nampak tak pulas, kaki kanannya terbalut kain penahan luka. Tiada alas kaki.

Sore ini langit mendung gelap sekali. Merintik, mereda lalu mengguyur bumi deras. Memasuki malam, sisa senja ada pada langit kelabu. Suasana diselimuti syahdu.

Ada kejutan apa dibalik September kelak. Apakah hujan akan segarkan mata yang lekap bekas tangisan.