Ulah ka dokter, bisi disangka corona. Ka mantri wae, ulah diogo.” “(Kalau sakit) jangan pergi ke dokter. Nanti malah disangka terkena corona. Ke mantri aja, jangan dimanja.”

Fragmen rasa di atas menamui telingaku pagi ini. Ditemani nurani, juga sahabat nasib semesta.

Benar kata Eko Prasetyo dalam bukunya, “Orang Miskin Dilarang Sakit” !!!

Sementara,

Seorang dokter kulit memeriksa seorang pasien yang semula enggan untuk memeriksakan diri. Ketika dengan gugup campur malu harus memperlihatkan borok yang basah luka bekas operasi, pada tulang kering kaki sebelah kanannya. Pasien membatin lantaran dokter melihat luka tersebut dengan tatapan jijik.

Rasanya. Menerima tatapan seperti itu lebih menyakitkan dari luka deritanya yang tak kunjung kering.

“Ini sudah profesimu!!!” teriak rasa malu.

Harap pasien agar dirinya mendapat raut dan respon dukungan tiada penyakit yang tak bisa disembuhkan.

Rasanya. Hendak mengadakan audiensi imajiner antara fragmen di atas tentang dokter dan kondisi sebagian agamawan yang gemar mempolarisasi umatnya.

Jadi teringat quote Antonie de Saint Exupery, bahwa ‘jika kau ingin membangun kapal, jangan mengerahkan orang untuk mengumpulkan kayu dan jangan memberi mereka tugas dan pekerjaan. Ajarkanlah mereka untuk merindukan samudera tak bertepi.’

Air Conditioner ruangan majelis belum begitu dingin. engkau sudah takutkan aku siksa neraka. Teh baru disiapkan, engkau sudah gambarkan aku ar-Rahman ar-Rahim yang ‘Maha Penyiksa dan Maha Kejam’.

Mengapa engkau batasi buku bacaanmu. Engkau pisahkan dunia ini pada dua: ambil agamamu, tinggalkan selainnya. Engkau haramkan musik, namun tidurmu nyenyak mendengar orkestra tongeret dan alunan hujan semalam. Engkau pisahkan keilmuan Timur dan Barat.

Sebut aku sesat. Tuding aku kafir.

Aku senang dengan manusia yang gemar memberi harapan kepada sesamanya.

Tiada lagi wong cilik yang enggan ke dokter lantaran biaya. Agamawan yang menanamkan benih cinta kemanusiaan, membangkitkan semangat hidup kepada umat manusia.

Dalam suatu pertemuan, aku pernah diajak untuk menghadiri acara khataman al-Qur’an. Acara tersebut mengundang seorang Ustadz seleb: sepatu sneakers, kenakan gamis perlihatkan lekuk tubuh, rambut klimis, soft lense mata, duduk di barisan akhwat. Heuheuheu.

Berbicara berapi-api memotivasi hadirin agar semangat mempelajari al-Qur’an. Akhirnya, beliau mempromosikan metode cepat menghafalkan al-Qur’an miliknya. “Nenek-nenek usia 70 tahun sudah membuktikan!!!”…tanpa konfirmasi terlebih dahulu pada panitia.