Sementara itu, di sekolah dasar dan menengah Sumberwaras, setelah ujian tidak langsung libur. Tetapi ada sepekan refleksi mengenai hasil pembelajaran, evaluasi ujian dan refleksi dua arah guru dan murid. Tentunya sekalian…negosiasi nilai.
Polisi di kampung ini memang tetap punya atasan, tetapi atasan tertingginya adalah Ibu-Ibu. Polisi manapun di Sumberwaras lebih mendahulukan panggilan seorang ibu dibanding laporan pada atasan strukturalnya. Kadang ya disuruh manjat kelapa, sekedar menemani belanja di pasar, atau mengangkat jemuran di rumah karena si ibu yang sedang perpanjang STNK. Sepulangnya polisi biasa pulang dibekali pisang rebus, kacang rebus, atau sepotong bolu pisang. Konon, bahkan polisi yang berpangkat sekalipun manut manut jadi ‘anak angkat’ Ibu-ibu. Konon pula gratifikasi tetiba menurun. Daripada harus menodong uang yang tak seberapa, lebih baik hati gembira makan pisang rebus pemberian buibu.
Belum lama ini seorang ibu harus meminta bantu pada seorang polisi karena anaknya yang badung tetap keluyuran di tengah wabah corona abaikan pepatah mutiara. Tanpa repot-repot dibentuklah satgas gabungan untuk cari anak yang sia-siakan air mata orang tuanya.
Melihat bahagia nya polisi menikmati pisang rebus di pinggiran jalan, Bora sampai hampir tak sadar bahwa ia harus menyerahkan bundelan kertas ke tukang ojek pangkalan Sumberwaras. Si ojek sudah paham itu amanat dari Pak bos. Di samping membantu transportasi warga, ojek pangkalan juga punya tugas untuk membeli logistik yang berisi kebutuhan-kebutuhan pokok warga kampung. Toh joblist berikutnya tidak terlalu merepotkan. Hanya melihat-lihat kegiatan di Kampung Sumberwaras.
Sembari ngobrol-ngobrol dengan ojek, Bora diberitahu bahwa dirinya merupakan maling yang ke-25 yang tertangkap di Kampung Sumberwaras. Pak bos pun mempekerjakan mereka dengan joblist yang tak kalah unik. Seperti memberi makan semut, mencari ikan gendot, budidaya kunang-kunang, tongeret dan papatong, hingga membantu menguras air di rumah-rumah warga yang kebanjiran karena hujan sangat deras. Meski demikian, begitulah cara Pak bos menggaji para pekerjanya, kata salah seorang ojek pangkalan.
Yang tersulit memang menekan keinginan, menurunkan standar hidup manusia. Zaman sudah seperti ini. iklan dan gelombang besar produksi membuat keinginan manusia memberontak. Andai Pak bos berikan uangnya, warga kampung akan gelagapan mengatur keinginan dan kebutuhan, kata tukang ojek. Padahal di antara ke-24 maling yang tertangkap di Sumberwaras, beberapa di antaranya ternyata masih pelajar. Pak bos girang bukan tante. Setelah kontrak kerja diperpanjang, Pak bos tidak puas dengan kinerja mereka yang tidak kreatif. Mungkin pelajar hari ini dididik untuk berjiwa patuh dan menghafal banyak hal, bukan bertanya dan berpikir kritis.
Bora seperti menemukan sesuatu yang baru, sembari berjalan sore, ia melihat pendopo yang dipenuhi gadis-gadis beragam usia dari anak hingga remaja yang berlatih tari. Antara kagum dan penuh birahi si Bora mengamatinya. Melihat remaja mengenakan kebaya yang memperlihatkan lekuk pinggang yang montok menjadi fetish Bora sejak lama, tak terkecuali tatapannya melihat susu emak-emak muda anak satu. Entah bagaimana Bora bersyukur telah diberi kesempatan ini oleh Pak bos. Sementara di teras pendopo, sebagian remaja asyik membaca sastra.
Malam harinya, ia dihubungi Pak bos untuk pergi menuju suatu alamat. Dengan berpikir pendek ia segera laksanakan instruksi. Sudah menunggu di lokasi sepasang lelaki dan perempuan. Melihat kedatangan Bora, pasangan tersebut tidak banyak basa-basi, segera menuju suatu kamar pada sebuah rumah mewah. Ketiganya disambut seseorang yang masih mengenakan pakaian kantor. Terlihat bukan seperti orang kaya biasa. Bora masih berpikir maksud instruksi Pak bos. Threesome? Tentu saja pikiran Bora menuju hal yang iya-iya. Ia sudah baca tentunya novel fenomenal Jakarta Undercover, membayangkan kebiasaan sebagian bos besar perusahaan yang punya fetish aneh-aneh.
Sepertinya pasangan laki dan perempuan ini sudah mengerti apa yang harus dilakukan. Setelah mandi, gunakan piyama, bos besar ini menuju kasur dan tarik selimut. Di sebelah kasurnya terdapat sofa besar dan di sanalah bora dan sepasang lelaki dan perempuan itu duduk. Dengan suara perlahan si perempuan membuka obrolan ringan. Memperkenalkan diri bahwa sebetulnya mereka bukan pasangan suami istri, hanya saja mereka pasangan yang dikenal cerewet di Kampung Sumberwaras. Bora heran dengan pekerjaan alternatif yang ia kerjakan. Tugas mereka bertiga hanya berbincang-bincang santai. Lima menit kemudian datanglah pembantu bos besar ini membawa teh panas dan cemilan. Konon lantaran pekerjaan yang berat hingga tiap malam bos besar tidak bisa tidur. Sudah beragam obat diminumnya, tidak mempan juga. Ternyata obat yang sejauh ini ampuh adalah tidur sembari mendengarkan obrolan-obrolan manusia secara langsung. Ada suara obrolan disahut dengan yang lain. Suara perlahan. Diselingi dengan tawa yang ditahan. Sesekali Pak bos ikut bertanya, kemudian diam lagi.
Teh dalam cangkir-cangkir sudah menuju ambang dasar. Pembantu segera menyadari kemudian menawarkan minuman. Lelaki sebelah Bora mengisyaratkan cukup karena Pak bos sudah mulai terlelap sesekali terbangun gelisah.
Tinggalkan Balasan