aldiantara.kata
Sore tadi, katamu, setelah membaca pesanku, aku mengutip puisi Sapardi, yang engkau baca lamat-lamat,
Aku ingin mencintaimu
Dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat
Diucapkan kayu kepada api
Yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu
Dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat
Disampaikan awan kepada hujan
Yang menjadikannya tiada
Engkau tidak bertanya, engkau meminta, di mana kata-katamu,
Malam tadi, katamu, setelah membaca pesanku, aku mengutip puisi Chairil Anwar, yang engkau baca dengan nada lirih,
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka,
Antara kita mati datang tidak membelah
Engkau tidak bertanya, engkau meminta, di mana syair-syairmu,
Hari ini, adakah sudah sampai pada bibir jendela kamar, katamu begitu rapat. Engkau hanya bisa amati melalui kursi meja belajar surat yang terbaring pada ujung-ujung bingkainya yang berdebu.
Boleh saja jika kita menanti hujan, yang akan membuat embun, serta tempias air yang melelehkan kertas dan tinta, memberi kepada kita kisi-kisi terhadap gubahan syair di dalamnya. Yang akan engkau baca dan screenshot.
Kita hanya bisa mengambil jatah rindu, pada sebuah kehidupan yang bukan milik kita, yang kita ambil sedikit demi sedikit.
Menyukai ini:
Suka Memuat...