Sumber Gambar: Pixabay
Hal yang membuatku terkejut, sepulang dari perjalanan menuju kos kamarku, tepat depan pintu kamar terdapat bangkai seekor burung. Lehernya terluka. Darahnya membasahi sepasang sendal, semut-semut lima kompeni sudah siaga mengerubungi tempat kejadian perkara.
Hal yang mungkin terjadi secara kebetulan.
Selang 3 hari, pada tempat yang sama, kala hendak menuju kamar kosku, kejadiannya terulang. Tepat depan pintu terdapat potongan bangkai burung. Secara sekilas, karena merasa jijik, burung tersebut terlihat berwarna kehitaman. Potongan-potongan bangkai tersebut nampak rapi tersusun secara horizontal depan pintu. Semut-semut keheranan bernostalgia seakan mengulang kejadian silam. Bau bangkainya lebih menyengat daripada kejadian pertama.
Pesugihan atau engga, klenik atau bukan, kejadian ini tentunya menjadi bahan pikir yang menimbul ragam pertanyaan. Apa ini ulah kutjing yang tak sengaja mengeksekusinya di depan pintu kamarku, yang kebetulan terjadi dua kali. Atau kata Mbah Gugle bilang, ini tafsirnya: ada orang yang ngga suka.
Bangkai burung jadi obrolan. Aku hubungi J’tahid kawanku yang sedikit mistis, paham klenik, dan mesum. Dia malah bilang dengan logat timurnya,
“Santai saja, Abang, yang penting pas Abang temukan bangkainya ngga Abang langkahi, kan?”
Entah apa maksud dan pengaruhnya, aku hanya jawab sebisaku merespon pertanyaan-pertanyaan introgatif yang diutarakan.
“Setahuku…” Lanjutnya. “…kalau ada orang yang ngga suka itu biasanya ngga terang-terangan ditaruh di depan pintu, tapi gunakan tumbuhan yang ditanam di tanah supaya dilangkahi korbannya biar sial. Atau bisa juga ditaruh di atap rumah. Pokoknya Abang tenang saja. Kalau nanti terjadi lagi, bangkainya jangan dulu di apa-apain, tunggu nanti saya lihat ya.”
Setelah dengar ceritaku, Chrome juga cerita yang kebetulan satu kos denganku, sebelum kejadian yang kedua ini, jok motornya tetiba dipenuhi darah kering. Di parkiran, jok-jok motor yang lain beberapa terdapat cipratan darah meski tidak sebanyak di jok Chrome. Tidak ditemukan bangkai apa-apa di parkiran.
Obrolan soal bangkai burung sementara ini berakhir. Sedikit rasa takut, penasaran, hingga menjadi bahan obrolan yang merembet pada kejadian-kejadian mistis baru yang sebelumnya tak terungkap. Bukan hal baru. Kos bangunan tua tahun 90-an, konon pernah seorang tukang kebun meninggal di pekarangan yang kini menjadi tempat parkiran. Ada yang bilang karena ia sakit.
Kos terletak masuk pada sebuah gang buntu. Ujung gang kos ini digunakan sebuah parkiran. Bila tiba malam, yang dapat ditemui adalah suara senyap. Buah mangga ketjil yang sesekali jatuh menimpa atap. Sesekali terdengar suara kendaraan roda dua, diikuti langkah kaki yang diseret, serta derit pintu besi. Tiada suara manusia selain suara dirinya sendiri.
Baru dua hari aku tinggal di kos ini, tujuh tahun silam, saat rebahan bersiap untuk tidur malam, koper besarku bergeser setengah meter. Aku hanya mengira ini sebentuk ucapan selamat datang. Kamvret! Ngga gini juga caranya. Sekompeni tikus rasa-rasanya tak kuat menggeser koper berisi buku-buku yang belum kukeluarkan di dalamnya. Setelah tujuh tahun berlalu, koper yang ngelunjak itu tiada pernah berulah kembali sekalipun. Dasar memang aku yang penakut, dalam beberapa waktu yang lama, bila tak dalam keadaan lelah, seringkali aku harus tidur sembari mendengarkan beberapa lagu streaming YouTube. Tak lupa kunyalakan mode autoplay agar tak berhenti hingga ku tertidur. Pukul 04.00 terbangun. Berdasar riwayat YouTube tak pernah rasanya membuka film atau cuplikan horror, namun saat terbangun, aplikasi YouTube masih berjalan, tidak lagi memutar lagu, film atau podcast, melainkan program acara dunia lain berlatar luar negeri, tak sempat kulihat judul videonya, langsung ku close.
Pernah juga suatu malam, padahal teman-teman sedang berkumpul di kamarku. Sedang asyik-asyiknya dalam obrolan, tetiba kran kamar mandi menyala tanpa aba-aba. Kosku kamar mandi dalam, kupastikan sebelumnya posisi kran berada pada posisi semestinya, serta tiada seorang temanku berada di dalamnya. Sontak suara manusia menjadi senyap, gunjingan beralih pada mode mute, mata saling berpandangan. Seseorang di antara temanku terpaksa mematikan kran.
Kejadian malam itu menjadi bahan bincangan yang meluas dari mulut ke mulut. Reka ulang kejadian semalam dikemas dengan komedi. Aku bahkan tak bisa sampai menyelami perasaan sang hantu. Senang atau tidaknya ia jadi bahan gunjingan. Di warung kopi, teman-teman sempat membahas soal kran sengklek yang nyala sendiri. Kutambahkan saja cerita yang kudapat dari tetua-tetua kosan masa silam, mengenai seseorang penghuni kos yang suatu ketika mandi, namun tidak bisa keluar lantaran pintu kamar mandi terkunci dari luar. Padahal di ruang utama toh tiada siapa-siapa. Namun akhirnya ia bisa keluar setelah berteriak sekencangnya.
Bagiku itu horror. Terjebak pada ruangan sempit. Tiada celah lain selain berteriak minta tolong untuk dapat keluar dari ruangan lembab itu. Padahal masa-masa silam terlebih belum muncul smartphone agar dapat hubungi seseorang memohon tolong. Rasanya kini tidak sedikit orang yang kantongi gawai yang terlampau pintar itu ke kamar mandi. Prasangka baiknya barangkali untuk membuka Google Scholar, Jstor, atau site-site lain yang memuat jutaan jurnal akademis ilmiah. Sangking rajinnya bak akademisi Jepang, sampai pula terdengar di kamar mandi suara video percakapan bahasa Jepang yang lupa diturunkan volume suaranya. Ah rendah hati sekali lantaran tak ingin diketahui proses pembelajarannya. Pada saat yang lain ada pula yang membawa gawainya, tak lama kemudian terdengar suara dering pertanda sedang menghubungi seseorang. Ah, hebat sekali, sangking sibuknya sampai di kamar mandi berusaha menghubungi dosen pembimbing tesis menanyakan apakah draft tugasnya sudah mendapat persetujuan untuk kemudian disidangkan. Aku bahkan tidak punya sedikit pun prasangka bahwa orang tersebut sedang lakukan VCS (video call sex) di dalam kamar mandi. Aku tak berpikiran seperti itu, lho. Bodohnya dia lupa nyalakan kran air. Lagian, kenapa hantu tak bantu nyalakan kran secara otomatis sih kali ini sebagai peredam suara modern.
Namun, yang tak kalah menyeramkan pula bagiku, adalah membayangkan ketika seseorang berada di kamar mandi pada malam hari, kemudian ketika ia hendak keluar dari kamar mandi, realitas sekelilingnya berubah menjadi sebuah bangunan tua yang asing. Tak menemukan jalan keluar selain mengikuti derit pintu, nyanyian seorang perempuan yang sesekali sesenggukan menangis. Suara tersebut menuntun seseorang tersebut pada sebuah ruangan, ketika kita hendak berbelok menuju sumber suara itu, ternyata yang didapati adalah ruangan gelap. Seseorang tersebut tidak dapat melihat apapun. Suara nyanyian dan tangisan yang didengar seketika hening, ia melangkah lebih dalam ruangan. Gulita. Di belakangnya kemudian seorang perempuan memegang pundak seseorang itu, lalu melanjutkan tangisnya.
Ah, apa seorang penakut selalu memiliki imajinasi berlebih untuk mengeksplor kemungkinan di mana dan dalam keadaan bagaimana adegan terhorror. Aku bahkan sering berbagai imaji dengan Chrome, kawanku, kemungkinan bagaimana hantu bisa muncul pada saat-saat tertentu. Jadi bahan gunjingan. Hantu yang tak pernah kulihat, hantu yang sering diceritakan orang-orang yang katanya melihat secara insidental.
Bahkan Abah Hadri, kakekku, bercerita pada cucunya ini kejadian yang dialaminya pada tiga puluh tahun silam, ketika Abah masih menjadi supir truk di daerah Cikampek, Karawang. Abah bilang dahulu daerah sana masih banyak hutan yang sebagian terkenal angker. Suatu ketika di pagi buta, Abah kebetulan sedang membawa truk melewati hutan. Di kejauhan Abah melihat seorang wanita paruh baya yang berjalan di pinggir. Abah tak tega dan bermaksud memberi tumpangan. Namun ketika didekati, Abah kaget melihat kaki sang wanita yang ngga napak tanah. Abah berusaha untuk tenang kembali melanjutkan perjalanan seakan tak terjadi apa-apa.
***
Hantu adalah gunjingan. Setiap manusia adalah hantu. Masa depan berikut masa silamnya sekaligus, yang digunjing. Seseorang menjadi hantu bila tak ikut kumpulan arisan. Menjadi hantu bila mutung di kedai kopi. Hal apa kini yang tak kuasa digunjing bani Adam. Semua mencela, semua menghujat. Diri mereka sendiri adalah hantu. Yang saling menggunjing. Membuat kita tak nyaman. Manusia memburu hantu dengan mencarinya di larut malam atau dengan meretas akun media sosial yang private. Bau bangkai yang tersembunyi pada tiap diri manusia adalah senjata pencemburu. Bau bangkai terlihat seperti parfum yang berharga. Manusia menjual bangkai pasti ada pasar peminatnya.
Berdebat soal hantu tidak cukup soal ada atau tidak, bukan saja soal takhayul, namun soal pergunjingan. Hantu senang digunjing. Gunjing menjadi tradisi perhantuan tak berkesudahan. Hantu buat manusia bicara dan cerita. Manusia gunjing seseorang yang “ghaib” di sisinya, menjadikan orang-orang layaknya hantu, yang digunjing.
Dari hantu wanita pada cerita Abah di Cikampek, koper yang gerak sendiri, seseorang yang terkunci dari luar di kamar mandi, hingga bangkai burung, semua berakhir di pergunjingan.
Bahkan di losmen melati, teriakan seorang perempuan pada sebuah kamar tetiba menjadi pergunjingan khalayak setelah ada penggrebekan oleh aparat semalam. Ketika tiap-tiap kamar digrebek, seorang perempuan dalam kamar seperti panik berteriak pada lelaki ranjangnya: “Mas! Mas! Empritmu! Empritmu!”
Directed by Robert B. Weide.
Tinggalkan Balasan