aldiantara.kata
Awal Desember
Buku yang tak selesai dibaca, sudah cari yang baru. Buku yang berada di rak, berdebu. Buku yang berada di meja, berwarna biru.
Dunia di mana aku hidup, awal Desember. Mengemas banyak buku. Bersiap untuk pindah dari kota yang kutiduri tujuh tahun. Hidup terasa cepat dengan melihat tanggal. Berat kutinggal.
Kota yang memberiku dingin dan hangat sekaligus. Kota yang memberiku cinta dan rindu bersamaan.
Buku yang tak mengenal kata pengkhianatan. Tumpukan kertas yang tak berdaya diambil loak. Buku hanya bisa memberi tanpa tahu menerima.
Catatan pinggir di dalamnya seperti tatoo pada tubuh manusia. Stabilo warna-warni penanda makna yang mengena. Nama dan tanggal kepemilikan dengan tinta yang mengusang. Rayap bar-bar sisakan lubang-lubang mengganggu. Hanya kamu yang berputar dalam alam pikir, tak tertulis dalam buku, hanya kutandai pada catatan pinggir, sebagai masa lalu.
Throwback
Buku tulis ‘sinar semesta’ bersampul coklat. Pada sampul belakangnya terdapat lambang pancasila yang tak selesai dihafal. Kata “Ketuhanan” tercetak menebal, lafadz “Keadilan Sosial” tercetak cacat memudar.
Bila buku tulis yang kubawa ke sekolah tak bersampul coklat dan selimut plastik, Guru pasti memarahi, “Bukumu jangan telanjang!” dan aku tak pernah menyetubuhinya, kataku dalam hati. Kadang-kadang buku telanjang dilempar ke depan kelas seakan memberi peringatan kepada siswa-siswa lain agar lebih tertib.
Aku tak ingat halaman depan setiap buku-buku sekolah. Tulisannya penuh. Penuh pengawasan guru. Kaku dan dingin. Tanpa emosi. Datar. Rapi dan begitu-gitu saja.
Aku ingat halaman belakang setiap buku-buku sekolah. Gambar orang-orangan, baik yang kuselesaikan atau tidak, menyisakan kepala tak berbadan. Kotretan, coretan, curhatan, perasaan murni, percakapan yang ditulis secara bergantian dengan teman sebangku, Ada pula Jalur tamiya dengan pulpen sebagai tamiya-nya, atau permainan SOS. Bukan halaman depan yang berisi tulisan-tulisan hasil perintah guru.
Halaman tengah buku kosobek untuk menuliskan surat cinta. Menghubunginya via wartel.
Kini
Bila Tuhan menciptakan manusia sebaik-baiknya, sempurna sesempurnanya, maka buku merupakan potongan kesempurnaan manusia yang tak menempel secara fisik. Namun nampaknya, pengetahuan seperti bertikai dengan kepentingan praktis.
Bukan air atau debu yang menjadi musuh buku, melainkan rasa angkuh.
1 Desember 2020, tempat yang karib dengan hujan.
Tinggalkan Balasan