aldiantara.kata
Lampu menjadi padam. Orang-orang mencari cahaya. Keluarga duduk melingkar mengelilingi penerang. Di pengungsian.
Curah hujan tinggi. Cuaca menjadi buruk untuk manusia, sedang alam mengobati dirinya sendiri. Apakah air ini merupakan cicit air bah masa Nabi Nuh as.?
Selamatkan apa yang menurut manusia berharga.
Bahtera di atas jabal, kini siapa bisa membuatnya, selamatkan banyak manusia terseret arus yang kian mengganas. Arus yang menenggelamkan keberagaman di samping harta benda, merobohkan solidaritas di samping kokoh bangunan. Air bah ini ganas seperti menyerap semua sifat-sifat baik manusia, menyisakan keserakahan yang meninggi seiring air yang terus meluap.
Zaman kiwari berbeda dengan masa Nabi Nuh as. Kini manusia banyak mengaku paling beriman. Simbol identitas golongan menguat. Manusia terkotak-kotak.
Benarlah seorang yang berkata, “Memang sudah seharusnya terjadi bencana. Karena kaum miskin tidakkan sanggup melawan korporasi kelas kakap yang menggunduli hutan. Pemegang bedil moncongnya membela si empunya kuasa. Sedang si miskin tiarap memegang perutnya yang lapar keinginan. Biar alam lah yang bekerja turun membasmi sisanya.”
Sembuhlah bumi. Bagaimana pun manusia akan menjadi penghuni tetap.
Tinggalkan Balasan