Penulis: Hilmy Dzulfadli

Ingatan

Oleh: Hilmy Dzulfadli

 

Tiba pengelana tua mengetuk
Wajahnya kusut terbalut
Tajamnya malam, bersamanya hinggap
Sebuah masa, orang tak lagi ingat
Itu banjir darah, bibirnya

Merah terlontar sumpah serapah
Saat kukecup mesra
Basah, merekah
Ah…

Sorot matanya terkokang
Senjata, nyanyian parade tawa luka
Keras tangannya merengkuhku
Layaknya tembok penjara, ditopang
Campuran peluh, jarinya

Menyibak untaian rambutku pelan
Namun terasa, guratan keras menyembul
Hasil terpaan kekuasaan

Kuajak kakinya melangkah ke lorong
Berselimut duka, diterangi lampu redup
Beberapa saja
Menyala riuh rendah, tubuhnya

Terlentang meregang
Pagar sekitarnya adalah nisan
Tak bernama, lapuk
Dimakan tangis yang hilang
Suaranya, saat

Kukecup bibir merahnya
Lagi, tersiar kabar aneh
Orang orang berang, kala
Kami meradang

 

2015

Sajak Kala

Oleh: Hilmy Dzulfadli

–disebabkan oleh Annisa Nurul Utami

 

Selengkung senyum tipis malam itu, seperti malam malam penyusun waktu yang telah kebas, perlahan mencairkan pualam. Milky way redup digulung awan, sedang bulan bergerak menuju zenith ditemani muson sepoi.

“Dingin sekali!” ujarmu, menarik ingatan samar rerimbun cantigi. Bola matamu berbinar meski tangan dilipat urung lepas, menyusun serpih imaji purba manusia. Sesekali badanmu doyong, menyusul kening yang mengerut.

Malam itu, juga seperti malam lain penanda garis kala, ode lama terlantun. Patah patah. Diiringi riuh angin dan gelak tawa, sahut menyahut. Sampai kemudian, “Aku tidur duluan, ya” pamitmu, kali ini dengan senyum lebar.