Bulan: Juli 2022

9.30

oleh: Ibnu Masykur

Pukul sembilan lebih 30 menit
Di luar, angin berhembus tawarkan gigil masa silam
Di dalam, belasan puntung rokok saling tindih tak bergerak
Hanya hela tipis asap dari tiap ujungnya sesekali masih menguar ke udara
Ku pejamkan mata
Sementara kata-kata saling bersenggama
Kenangan dan degup dada saling menerkam
Dan sepi, sepi menjelma menjadi kawanan serigala
Melolong pada remah purnama yang tak sempurna
Mengoyak samar bangkai ingatan tentang kita
Tentang apa saja yang mengendap di dalam rasa
Aku
Juga cangkir-cangkir kopi itu

Sticky Note

aldiantara.kata

Pada letak kata apa, jemarimu menaruh secarik sticky note kecil sebagai penanda. Mengapa harus kata-kata ini, bukan kata-kata itu. Serangkai kalimat ini, bukan sebaris kalimat itu. Pada halaman ini, bukan pada letak lembaran itu.

Kata-kata yang sudah kau beri tanda. Sesulit apa kau memilih labuhan kata yang membuatmu tertarik untuk sekedar singgah, yang seolah penting, di antara kata-kata yang lain, yang seolah inti, di belantara diksi-diksi yang tersusun.

Apa terkadang tidak mengarah kepada kata. Ia serupa episode, pada kata-kata tertentu, baris tertentu, lembar tertentu, mood tertentu, waktu tertentu, di mana kau harus menutup buku, sekedar membakar unggun mengalihkan penat, sebelum lanjutkan pengembaraan. Lalu sticky note serupa jejak terakhir, penanda yang menjadi titik awal, dari jejak titik silam yang pernah tertinggal pada lembar-lembar lama, harus tercerabut, tanpa rencana mencari titik kata pada paragraf asing, makna yang sepertinya serupa, berkait kelindan, dengan pengelana. Kadang jarak itu tidak jauh, berlabuh. Di mana titik akhir, penanda tuntas, di penghujung angka, episode yang tak dapat diterka-terka.

Voce Gentile

aldiantara.kata

Dan rindu itu, meski diucap dengan kalimat klise bagaimana pun, ia berada pada pola pola yang runtut. meski dipisah jarak oleh kemunculan entitas-entitas yang hadir sebagai pelengkap, namun acapkali kemudian, melulu ada jalan menuju rumahmu. Rumah peneduh di mana waktu tak lagi bisa mengekang ingatan. Sampailah kita yang mengikat waktu itu agar mau mencatat peristiwa sebagai memori bening kala kita terakhir kali melihat pagi dan kabut. Biar dingin itu merasuki raga kita, tanpa mau kita berkehendak meracau memikirkan nasib kata, yang akan menjadi abadi kita rengkuh.

Instrumen Voce Gentile sebagai teman bertamu kepada kata. Ia memancing manjing obrolan yang datang belakangan. Seperti apa, seperti apa. Kau bertanya. Sudah mau pagi? Kita akan merelakan waktu berjalan. Mengalir kesedihan, juga senangnya sekaligus. Rindu selalu datang, saat entitas itu tiada. Aku selalu mendengar cakap-cakap kosong, melahirkan tatapan kosong yang membawa kesadaran kepada masa yang telah lalu. Semacam tamasya di mana perasaan kembali hadir. Apa yang rindu telah bisikan, tak semua orang bisa jujur ia pernah dihinggapinya. Ia akan semakin manis, jikalau saja tetap terpendam, membawanya berat-berat di atas bahu perasaan, tanpa keinginan untuk memberitahu.

Apa yang terjadi kepada kuas dan kanvas, melukiskan sesuatu. Gradasi warna, pelampiasan. Kanvas tak penuh terisi. Ia menjadi lukisan yang tak selesai. Pikirannya bercabang. Apa kamu lebih membutuhkan pelukan atau sekedar bisikan? Atau sebuah kehadiran, di mana kita tak perlu membicarakan perasaan. Lalu mengambil waktu untuk memperhatikan gerak bibir, raut ekspresi, atau sekedar tangan yang membenarkan posisi rambut yang digoda angin.

Luka

Oleh: Alaska Senja

Teriris
Kemudian menangis
Meluluhlantakkan sanubari
Tentang sebuah gradasi dalam mimpi
Yang kini
Tertinggal lara
Kupeluk erat ia yang perlahan pergi
Tentang rasa
Yang tak kan pernah terjajaki kembali
Kupikir,
Ini semua hanyalah sandiwara belaka
Namun ternyata aku keliru
Aku salah
Nestapa kini merasuki jiwa
Bersemayam diantara luka dan juga lara
Walau terkadang,
Suatu saat nanti keadaan kan berubah
Tetap saja
Segala pelik akan tetap tersusun rapi dalam balutan memori
Setidaknya,
Sekuat diri harus ku hadapi
Perihal luka
Perihal rasa
Ataupun jua perihal kehidupan
Yang secara lazim harus tetap ditempuh
Meski
Suatu saat berharap kan terhenti
Segala hal yang membuat setiap diri berelegi
Semoga tetap berada
Dalam tatap dan senyum keabadian
Hingga kelak waktunya tiba