Bulan: Maret 2022

Tuan Tanah

aldiantara.kata

Fajar telah tiba. Setelah pernah mencekam. Ratusan purnama sinarnya terangi malam. Pergolakan rimba dari kaum-kaum yang enggan membuka jalan dengan rasa adil. “Bergantian. Zaman sudah berubah.”

Tiba saatnya muda-mudi merawat dengan rasa hormat. Dapatkah beri rasa kepercayaan? Atau masihkah kepentingan yang belum temui titik pangkal kedalaman. Hingga tesesat, kalap dan khawatir terhadap masa-masa lalu yang pernah jaya?

Bagaimana dengan tawaran utopis untuk memakmurkan bersama-sama secara adil. Tidak dengan cara serakah hingga zalim terhadap yang papa. Apa arti dari kehormatan yang berasal dari cara-cara yang keruh. Sementara yang papa perut lapar membersihkan piring-piring sisa.

Tidak ada tuan tanah di sini. Bagaimana jika kita menghapus rasa memiliki, yang enggan berbagi? Lelah bukan hendak pertahankan semua. Melihat kebaruan adalah suatu ancaman. Melihat dengan curiga, mencuri kehormatan tahta, yang sejatinya bukan miliknya.

Sebagian orang bersukacita menanti pagi. Sinar purnama yang dikiranya adalah mentari pagi yang sama eloknya. Sembari membayangkan dingin pagi dan hangat sinar yang memberi kekuatan kepada jiwa.

Namun, tuan tanah palsu meyakinkan khalayak tidak ada pagi. Jika kelam malam adalah bentuk kesyahduan, mengapa masih memerlukan fajar. Tidak ada kekacauan pada malam. Ini hanyalah sebatas cuaca buruk yang wajar terjadi.

Ada orang yang mempersiapkan fajar. Ada yang enggan untuk menyambut sifat kehidupan yang dinamis. Ada yang berkerumun memanggil dengan panggilan akrab. Sementara yang tak terpanggil, mereka menggigil. Berpeluk dengan kata-kata. Mereka tersisihkan.

Siapa berani melawan hukum alam. Masa akan berganti. Kelaliman akan terbaca. Cahaya nampak cerah di langit, menuju pagi. Bagaimana jika kita membaca puisi?

Pada Sebuah Akhirnya

Oleh: Azki Khikmatiar

Aku merindukanmu!
Bersama malam yang melebam
Memandang kenang berulangulang
Hingga tenggelam dalam pendam
Berharap keajaiban kembali datang

Hei, sudah berapa lama kau tak lagi ada ?
Lihatlah langit kita semakin jelaga
Dibungkam lara tiada habisnya
Denting telah menjelma hening
Bertemu asing dan tak ada lagi saling

Apakah kau pernah merasa kehilangan ?
Ataukah kau telah berhasil menemukan ?
Semoga kau menemukan segala hal
yang pernah kau sebut sebagai kehilangan
Maaf ! Kali ini aku sungguh kehilangan
Tapi, bukankah kehilangan selalu
membawa pada kesempatan?
Bukankah manusia akan selalu
belajar untuk menjadi terbiasa?

Hei, mungkinkah kita telah sampai
pada sebuah akhirnya ?
Bahwa masingmasing dari kita bertemu persimpangan jalan bernama takdir
Bahwa kita harus menulis ulang
catatan mimpi yang pernah kita sepakati
Bahwa tak perlu ada perpisahan sebab
yang terjadi nyatanya tidaklah abadi

Apakah kau masih merindukanku ?
Ah, sudahlah !
Berbahagialah di sana !

Ruang Fana, 12 Maret 2022